Soal pembajakan buku memang menjengkelkan. Jika ada dalih bahwa orang masih mau baca buku itu harus disyukuri, padahal bajakan, sehingga merugikan penulis dan penerbit, rasanya kok egoistis.
Tetapi jika penganut paham macam itu girang saat bukunya dibajak berarti dia konsisten. Serupa maling yang bahagia apabila barang hasil dia mencuri dicolong orang, begitulah.
Pun misalnya ketika seseorang bikin buku gratis, tetapi ketika dibajak dan dijual dia malah bersukacita dan bangga, berarti dia orang hebat. Bisa memakmurkan orang lain.
Adapun kasus dalam surat pembaca Kompas ini menarik. Dumi (serapan oleh KBBI untuk dummy) buku masih dinilai oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kemendikbud Ristek, namun barangnya ada di pasar buku bekas.
Terlalu.
2 Comments
Satu dari banyak contoh kasus Republik Embuh.
Menteri bahkan presiden boleh bagus, tapi kalo anak buahnya semprul ya gitu