Sebenarnya nama akrab Amsterdam itu gagah,maskulin, lalu suster perawat mendapati hal berbeda.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Kenangan di Amsterdam

Pagi nian tadi ada tamu dari Bandung selagi saya masih tidur. Ada satu hal yang akan saya bagikan untuk Anda. Topi sang tamu, berwarna jingga, dengan tulisan “I amsterdam” membuat saya tersenyum. Saya teringat beberapa hal.

Pertama: saya mengalami Negeri Belanda menggunakan gulden atau guilder ( f, fl; dari kata florin, komik Donal Bebek Indonesia karena dari Belanda sering menggunakan simbol itu) dan euro. Maka tawaran pekerja seks dalam etalase dan pertunjukan dewasa di Zeedijk, yang dulu dalam gulden lalu menjadi euro (€), ketika dirupiahkan ternyata tarif era euro jauh lebih mahal.

Kedua: ada sisi jorok Amsterdam. Lebih dari sekali saya mendapati, malam hari, di downtown ada mobil tiba-tiba berhenti. Pengemudinya keluar, langsung pipis di tembok trotoar.

Ketiga: abad lalu ada film laga Amsterdamned (Dick Maas, 1988). Setelah tadi melihat topi tamu, saya berkesimpulan Amsterdam memang ramah pelesetan. Eh, tetapi pelesetan bukannya hal lumrah untuk apapun?

Keempat: saat saya SMA, adik saya bercerita kisah pelaut kepada saya, adik-adik lain, dan mbakyu saya. Alkisah, seorang kelasi ditemukan terapung sekarat di atas papan di tengah laut, dan diselamatkan oleh kapal pesiar. Tak ada identitas korban.

Pak Dokter Kapal bilang, cuma ada tato Adam di batangnya. Untuk sementara korban dinamai sesuai tato. Ketika kondisi pasien membaik, suster perawat melaporkan, “Namanya Amsterdam. Tadi tulisannya terlihat jelas saat saya mandikan.”

Namun suster lain bilang, “Tadi saya baca malah Amsterrrrrrrdaaammmm.”

Sekian. Salam garing.

3 thoughts on “Ingatan empat perkara tentang Amsterdam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *