Dari sisi kagunan, barang yang dijual di lokapasar seharga Rp30.000 ini tak ada yang baru. Tukang pengisi korek gas di kaki lima juga punya, dari obeng kecil yang ujungnya dibelah untuk lubang pipa mungil jalan keluar gas.
Saya terkesan karena tuas ini hasil swakriya (DIY; do-it-yourself). Produsen korek gas disposible tak pernah memikirkan karena produknya untuk sekali pakai. Ternyata atas nama penghematan biaya pembelian korek baru ada konsumen yang memilih mengisi ulang gas butane. Dari sisi lingkungan berarti menunda penambahan sampah plastik.
Alat bantu yang tak dipikirkan produsen selain tuas pengungkit kunci pipa butane adalah pegangan pada galon. Ada yang berupa ring tunggal dan ada pula yang berupa penjepit leher galon dengan prinsip kerja seperti eyelash curler atau penjepit bulu mata namun lengkung jepitnya berhadapan, bukan salah satu memeluk dari belakang.
Ternyata ada alat khusus seharga Rp10.000 untuk mengikat kantong tanpa simpul mati. Sudah lama? Ya. Tapi saya baru tahu pagi tadi. pic.twitter.com/MC0qwmf55T
— Gambar Hidup (@gbrhdp) December 13, 2022
Alat pemegang galon adalah produk massal karena melalui pencetakan. Sedangkan tuas korek gas adalah hasta karya. Betul, seperti uncek penyimpul kantong plastik makanan dan es mambo (eh, masih adakah es ini?) agar ikatan mudah diuraikan, pembeli tak perlu mencari gunting.
Kreativitas pada ruas korek dan uncek pengikat plastik ini memiliki dua tahap. Pertama: membuat. Kedua: menjual. Namun ada juga dua tahap versi lain. Pertama: mengulak yang murah. Kedua: menjual dengan, kakau bisa, setinggi mungkin.
Apakah saya pernah mengisi korek gas sekali pakai? Belum. Tidak ada alat bantunya. Bahkan mengatasi roda bergerigi penggesek batu api yang macet pun tidak bisa.
2 Comments
Manusia memang tidak mau rugi. Korek sudah dibuat semurah mungkin, masih saja ada yang mau repot mengisi ulang sendiri :D
Tetap lbh murah mengisi ulang daripada beli baru. Margin penjualan korek gas eceran itu gede karena saya pernah kulak grosir 🤣