Polusi Jakarta, media, dan Jokowi

Kompas harus punya tandingan lebih dari satu. Orang bisa bosan kalau liputan bagus dan kuat hanya muncul dari satu media.

▒ Lama baca < 1 menit

Liputan Kompas.id tentang kualitas udara Jakarta

Mungkin hanya kebetulan, setelah sepekan Kompas.id menyodorkan polusi Jakarta dengan data dan foto kuat akhirnya Presiden Jokowi membahasnya dalam rapat hari ini (Senin, 14/8/2023).

Seingat saya ini bukan pertama kali. Beberapa serial berita Kompas tentang tema tertentu, yang berbeda dari media lain, mendapat perhatian dari pihak yang berkepentingan, terutama pemerintah.

Liputan Kompas.id tentang kualitas udara Jakarta

Apalagi Kompas terasa kian tegas, jelas keberpihakannya. Dalam masalah polusi udara, media Palmerah itu berpihak pada rakyat. Memang, kualitas udara Jakarta Raya bukan isu baru, namun sekian lama tak tertangani serius, padahal dampak buruknya terus meningkat.

Liputan Kompas.id tentang kualitas udara Jakarta

Tetapi bagi saya ada yang mengganjal. Kenapa Kompas sering sendirian mengangkat sebuah topik? Rasanya kok ada ketimpangan dalam dunia media.

Tak semua penerbit media yang punya duit bersedia mengongkosi kerja jurnalistik ala Kompas. Saat ini setahu saya media yang punya beberapa fotografer bagus hanya Kompas. Jangan tanya kenapa media kecil tak punya drone dan tak sanggup membeli peralatan fotografi yang layak plus membiayai peliputan. Oh ya, tambah lagi: kenapa tak semua media bersedia membiayai litbang untuk riset, hasilnya menjadi berita.

Liputan Kompas.id tentang kualitas udara Jakarta

Kompas harus punya tandingan lebih dari satu. Orang bisa bosan kalau liputan bagus dan kuat hanya muncul dari satu media umum dan media alternatif yang kadang seperti suara LSM namun sedikit pembacanya.

Liputan Kompas.id tentang kualitas udara Jakarta

Di kalangan media ada yang berpendapat, buat apa punya sumber daya setara Kompas kalau trafik rendah dan isi laporan tak dapat memengaruhi penentu kebijakan publik. Berita artis cerai dan pamer gaya hidup di medsos lebih laku dijual.

Akhirnya diakui juga, ini persoalan trafik, iklan, dan cuan

Publisher rights: Maunya media dan maunya publik yang bagaimana?

3 Comments

junianto Selasa 15 Agustus 2023 ~ 12.06 Reply

Andai soal memengaruhi penentu kebijakan publik masuk dalam KPI, para pekerja media pasti berlomba-lomba bikin kontennya. Tapi, berapa banyak orang media yang masih peduli soal memengaruhi penentu kebijakan publik bila “agama” mereka adalah trafik, pageviews, dan kawan-kawannya?

Peran memengaruhi penentu kebijakan publik malah diambil alih oleh netizen melalu media sosial.

Pemilik Blog Selasa 15 Agustus 2023 ~ 14.06 Reply

1. Tak ada yang salah dengan kebutuhan trafik seperti halnya media cetak dulu berpikir tiras

2. Benar dan betul, media sosial lebih berperan sebagai pemengaruh bahkan sampai ke petisi di Change. Medsos juga sangat berperan sebagai penggema konten media berita dalam isu tertentu dan memperkaya bahasannya.

Apakah media masih punya peran ya terserah orang media, mosok cuma mengamplifikasi konten medsos. 🤭

Anehnya, sejumlah media dibiayai para juragan, termasuk juragan yang main politik. Jadi bukan media yang bertolak dari niat jurnalistik lalu jadi besar — dan sebagian kini menyurut.

CT, HT, SP, adalah juragan yang punya media. Lippo juga. Djarum juga. TW pernah punya. Sugar Group juga.

Tinggalkan Balasan