Berita sederhana pun mestinya bisa digarap dengan genah. Ini bukan soal sumbernya hanya dari satu pintu.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Monyet liar menyerang anak di Jakarta

Bagi saya, berita monyet liar menyerang anak, di koran Poskota hari ini (Senin, 7/8/2023), halaman 4, ini menarik dan penting. Pertama: kasihan si bocah, korban serangan itu. Kedua: isu rabies sedang hangat, dan monyet termasuk binatang yang bisa terkena rabies. Ketiga: kejadian di Jakarta, bukan pinggiran dan atau luar DKI — seperti di sekitar Buperta Cibubur di Jaktim maupun di Serpong, Tangsel — ada monyet liar.

Berita di Poskota, koran kotanya Jakarta sejak 1970, itu ternyata peristiwa pekan lalu (Sabtu 5/8/2023), namun media daring sudah memuatnya hari itu juga (Kompas.com) atau esoknya (Tribun Style). Judul menggunakan kalimat pasif.

Baiklah, kerepotan koran cetak memang pada hari Minggu, padahal tenggat halaman pertama pada hari Sabtu namun untuk halaman dalam bisa lebih awal.

Siapa nama korban, anak laki atau perempuan, berapa usianya, apakah korban terluka lalu di bagian tubuh yang mana, tak dijelaskan. Semua berita sama, dari satu sumber, yakni Kasi Ops Sudin Gulkarmat Jaktim Gatot Sulaeman.

Monyet liar menyerang anak di Jakarta

Hanya disebutkan, si anak diserang monyet saat bermain di rumahnya, Kampung Pedongkelan RT 5 RW 15, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jaktim, Sabtu pukul 16.30.

Tribun Style malah mengawali berita dengan kalimat “Lagi-lagi monyet liar berulah di Jakarta”. Berarti ada arsipnya dan bisa menjadi tambahan info ringkas dalam satu paragraf penutup. Arsip di kantor redaksi media digital lebih mudah diaduk, tak seperti era bundel besar koran di perpustakaan redaksi zaman pahit.

Saya mungkin sok tau sekaligus naif, karena membatin apakah editor tak menanya penulis awal siapa nama, usia, jenis kelamin, luka, dst., dari korban serangan monyet.

Tak adakah reporter yang menelepon ketua RW, monyet liar itu sejak kapan ditahui hadir di sana? Tentu Pak Ketua RW boleh menjawab tidak tahu, dan itu layak kutip. Bisa saja sang monyet datang dari RW lain bahkan kelurahan lain, tetapi ini tugas Pak Lurah untuk menjawab.

Misalnya semua info yang layak berita tak dapat diperoleh pada hari penyiaran oleh Damkar setempat, info susulan bisa digali oleh desk kota atau desk area untuk koran kota. Misalkan editornya orang Jawa, mungkin saja menegur reporter, “Kenapa berita ndak lengkap gini, Dèn?”

Atau kalau editornya bukan orang Jawa dia bisa menanya, “Kenapa beritanya sumir nian, Tuan?”

Lalu apakah dapat ditelusuri, monyet liar itu punya kawan, atau hanya seekor dan merupakan monyet piaraan yang lepas? Oh maaf, ini terlalu jauh.

Ehm, misalnya ada info via WhatsApp dari seorang pejabat suku dinas apapun, dalam pengandaian saya reporter bisa menanyakan hal yang belum jelas. Laporan polisi piket yang dibiarkan bocor di publik malah lebih jelas.

Oh, jangan-jangan laporan dari warga di Instagram dan Facebook lebih dini munculnya dan lebih jelas. Saya tak berani mencari info itu, takut jika dugaan saya terjawab.

Oh, jurnalisme media berita. Indah nian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *