Hanya dengan berjalan kaki kita menyadari ada buah tergeletak di jalan. Kalau pagi jumlahnya lebih banyak daripada siang.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Buah belimbing jatuh tak jauh dari rumahnya

Siang tadi, pukul dua belas lebih, cuacanya panas membakar. Angin kering bertiup. Langit membiru bersedikit awan. Namun tanpa embusan bayu pun layar ponsel saya tetap gelap saat di luar rumah terang benderang. Padahal ada saja yang menarik di jalan. Misalnya buah jatuh.

Maka seperti yang sudah-sudah saya menjepret dengan kebatinan. Maksud saya untung-untungan. Hasilnya? Ada yang sasaran utamanya terpangkas. Ada yang tidak fokus. Atau terfokus namun komposisinya tak nyaman bagi saya. Lantas saya punya pembenaran: inilah seninya.

Buah mangga jatuh tak jauh dari rumahnya

Buah pertama yang saya lihat tergeletak adalah belimbing di atas lorong yang tak cukup dimasuki mobil.

Di gang dan jalan lain lebih dari sekali saya menjumpai mangga jatuh. Sayang banyak foto yang kabur.

Semua buah itu jatuh tak jauh dari pohonnya, bukan diterjunkan oleh codot. Tentu seperti dalam judul pos ini, buah jatuh tak jauh dari rumahnya.

Buah pinang jatuh tak jauh dari rumahnya

Misalnya saya melewati jalan dan gang itu pagi sebelum orang beraktivitas, tentu buah jatuh lebih banyak terlihat. Kenapa? Belum disapu.

Lalu apa moral cerita dari pos ini? Tetap seperti biasanya: dengan berjalan kaki sendiri saya lebih peka dan hirau terhadap sekitar, setidaknya menurut ukuran saya. Sering kali saya menjumpai hal baru, atau bersua hal lama nan lumrah dengan sudut pandang baru dalam lamunan.

Buah mangga jatuh tak jauh dari rumahnya

Jambu air jatuh tak jauh

Jalan kaki, beda orang beda kebiasaan

2 thoughts on “Buah jatuh tak jauh dari rumahnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *