Maklumat untuk mewaspadai maling ini mengingatkan saya pada poster dalam komik dan film Wild West: “Wanted Dead or Alive — Reward $50000”. Pada awal 2000-an Polri juga menyebar poster teroris Noordin M. Top dan gerombolannya.
Tetapi poster ini tak mengumumkan seorang buron. Hanya mengajak warga waspada. Dalam kertas fotokopian, wajah si terduga maling gelap.
Begitulah, penjahat membuat kita resah, karena setelah rumah tetangga kemalingan kita pun waswas akan beroleh giliran. Maka pengurus RT dan RW mengingatkan warga.
Biasanya di grup WhatsApp RT muncul video pencurian hasil rekaman CCTV. Jika menyangkut sosok terduga, dengan wajah dan nomor pelat mobil atau motor, info lingkungan terbatas pun bocor keluar. Lalu tersiar di Twitter, Instagram, dan TikTok. Bahkan rekaman CCTV seorang karyawan mencuri dalam kantornya pun tersiar di media sosial.
Setelah ada Covid-19, makin bertambah penjahat yang taat protokol kesehatan: mengenakan masker. Untuk menyempurnakan penyaruan, mereka mengenakan topi dan menaikkan tudung hoodie. Tetapi ada juga yang percaya diri, membiarkan wajahnya terlihat.
Ketika identifikasi wajah dengan dukungan AI terintegrasikan dalam sebuah sistem besar seperti di Cina, namun di negeri lain dengan perlindungan data secara santai, jejak digital seseorang yang belum terbukti secara hukum melakukan kejahatan bisa menjadi sandungan tak hanya bagi dirinya namun juga keluarganya.
Siapakah yang berwenang menyebarkan wajah terduga pelaku jinayah: warga ataukah polisi? Oh ya, masih terduga, belum tersangka apalagi masuk DPO. Kelanjutan terduga koruptor ada beritanya. Terduga maling tidak.