Sebelum desain kemasan kopi secantik sekarang, saya pernah beli karena terpikat kaleng — untungnya enak, dan tukang tak peduli.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Kaleng rombeng di gudang bukan wadah kopi tukang

Di tempat terpisah, salah satunya di rak gudang, saya temukan kaleng kopi bubuk kemasan 200 gram. Sudah berkarat. Sebelum membuangnya saya amati lalu saya foto.

Untuk kaleng di gudang, wadah kopi arabika Toraja, itu sudah belasan tahun. Saya membelinya sebelum 2007, di Ranch Market Kebonjeruk, Jakbar, saat kopi beraneka jenama dan kemasan belum sesemarak sekarang. Saya membeli karena terkesan oleh desain grafis kaleng. Kini tulisan batas kedaluwarsa sudah tak terbaca.

Kaleng rombeng di gudang bukan wadah kopi tukang

Sedangkan kopi kedua, yakni kopi robusta Lampung, saya beli setelahnya, beberapa tahun setelah saya keluar dari tempat kerja di Kebonjeruk. Saya kurang cocok dengan rasanya karena terlalu asam. Kalau kopi yang pertama saya sih suka.

Terhadap kopi pertama, saking terkesannya saya sampai mengirim e-mail ke produsen, menyatakan apresiasi, dan ditanggapi.

Tentu JJ Royal bukan yang pertama mengemas kopi dalam kaleng. Kapal Api juga bikin tetapi saya kurang terkesan oleh desainnya. Saya lupa apakah dulu Excelso, segrup dengan Kapal Api, punya edisi kaleng. Saya dulu selalu membeli yang biji dalam pouch lalu minta digiling di konter Santos Jaya Abadi di supermarket.

Kaleng rombeng di gudang bukan wadah kopi tukang

Kemasan kopi dalam kaleng yang sudah lama ada setahu saya Bali Dancer. Kalau ada duit, dulu saat kuliah di Jogja saya membeli itu, versi kaleng rendah, karena lebih enak daripada kopi cap Jamaica dan kopi Thio.

Suatu kali saya heran kenapa kopi kaleng saya cepat habis. Beli lagi juga habis. Akhirnya saya menanya pekerja rumah tangga.

Katanya, kopi habis karena tiga tukang yang sedang memperbaiki rumah suka rasa “kopi blèg” — bukan kopi hitam karena “blèg” berarti kaleng — yang lebih enak daripada kopi bubuk biasa. Mereka ngopi tiga kali sehari.

Saya lupa berapa lama mereka bekerja, pokoknya progresnya lamban. Bapak saya, yang tinggal di Salatiga, mengiakan saja tawaran tetangga di Yogya yang mencarikan tukang.

Kaleng rombeng di gudang bukan wadah kopi tukang

Karena saban hari saya kuliah akibat memborong SKS, saya tak dapat mengawasi tukang. Suatu siang saya pulang kuliah, mereka bertiga sedang tiduran, ngobrol, tidak bekerja, dengan gelas kopi sudah kosong. Semprul betul orang-orang dari Palbapang, Bantul, yang ternyata separuh badan di sisi kanan tidak gelap itu. Mereka dibayar harian tanpa pengawas.

Laut atau rolasan kok diulur. Makan siang pun dari dapur kami. Demikian pula camilan pagi. Lalu setiap kali melihat Bali Dancer saya teringat tukang.

Kopi legendaris Bali Dancer dan iklan 1980-an

¬ Foto iklan Bali Dancer: blog PGP

Biji kopi dan bonus swab

Tulisan tangan yang rapi dalam kemasan tercetak

Body dan acidity kopi eceran

Traktiran biji kopi

10 thoughts on “Kaleng rombeng di gudang bukan wadah kopi tukang

    1. Wah sip ini. Semoga kerjanya bagus.
      Kalo tukang kami yang sekarang sungkan saya ajak makan bareng di meja, dan lebih suka tebas mentah buat ke warung. Untuk rokok, saya yang belikan sesuai merek favorit dia. Eh tapi rokok kan ndak bagus ya, Pak Guru? 🙈

  1. Begitulah tukang bangunan : borongan, nggarapnya poro cepet, kalau perlu asal jadi, agar segera selesai lalu pindah kerja, harian kerjanya lemot — apalagi jika tanpa pengawasan — agar tidak perlu segera nyari garapan baru.

    Tentang kopinya, banyak hal menarik tapi saya ogah berkomentar karena saya tidak ngopi babar blas. Cocoknya yang berkomentar adalah Kanjeng Farid Wong.

    1. Ya betul.
      Tapi kalo tukang saya di Bekasi, dari Karanganyar, beda. Dia kerja harian dan bagus. Jujur pula. Tapi kalo butuh dia bisa antre dua bulan.

      Pada beberapa proyek, dia bisa dititipi rumah krn tuan dan nyonya rumah kerja, rumahnya kosong.

      Dia pernah dikasih kerjaan umum di toko bangunan tapi hanya betah dua apa tiga bulan. Alasannya, dirinya cuma makan gaji buta, gak banyak kerjaan. Lalu dia pamit bosnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *