Dua tahun. Bisa cepat, seolah baru bulan lalu. Bisa juga terasa jauh di belakang perjalanan waktu. Barusan saya temukan kertas penahan debu, dari lembar koran Kompas, edisi Rabu 12 Mei 2021. Ya, artefak dua tahun silam. Rubrik Sosok menampilkan Sumarsih, saat itu 69 tahun.
Dalam koran dua tahun lalu itu disebut, sudah 23 tahun Sumarsih memperjuangkan keadilan, bukan hanya bagi almarhum putranya, Wawan, terapi juga para korban pelanggaran HAM terutama oleh negara.
Dua puluh lima tahun lalu. Mungkin sudah lama sekali. Jika dihitung per hari ini berarti 24 tahun lebih lima bulan ditambah 21 hari. Bahkan orang yang saat itu berusia delapan belas ke atas, tak semuanya ingat Tragedi Semanggi I, 13 November 1998.
Udah relakan aja bu.. Daripada tiap minggu demo gak habis habis… Yg lain juga sudah relakan.. Cuman kelompok ibu aja yg lama demonya udah 5 presiden gak bosen..
— Sang (@edsaputra8) March 3, 2023
Gak pa2 bicara, dia perlu belajar masa lalu.
Masa lalu adalah pelajaran berharga untuk melangkah dan menentukan masa depan agar lebih baik. https://t.co/gWNnQp2csm
— sumarsih11 (@sumarsih11) March 3, 2023
Jika rentang 8.938 hari sejak tragedi itu dihitung sebagai tanggal kelahiran seorang bayi, mungkin hari ini ia sudah jadi ibu, atau bapak jika dia lelaki.
Sumarsih. Aksi Kamisan (¬ lihat: Wikipedia Indonesia) di depan Istana Negara. Keduanya bertaut. Sebagian media masih peduli, memotret dan melaporkan aksi hari Kamis itu. Kantor berita Antara termasyhur rajin mendokumentasikan ya. Foto dan video di media sosial juga selalu ada. Untuk mengingatkan semua pihak.
Soal ingatan melawan lupa memang berat. Kadang dipengaruhi juga oleh kepenatan berpikir dan mengingat.
Tg. 8/5/93 Marsinah, seorang buruh di era OrdeBaru dibunuh karena memperjuangkan kesejahteraan buruh. Smoga pengorbanan Marsinah membangkitkan smangat juang u/menegakkan keadilan & meningkatkan kesejahteraan rakyat@dipanggilwawan krbn Semanggi I-13 Nov. '98 pic.twitter.com/6flXGwSDTr
— sumarsih11 (@sumarsih11) May 8, 2023
3 Comments
Ada melawan lupa, ada menolak lupa. Tentang menolak lupa, itu selalu bikin saya ingat alm Cak Munir (yang semasa hidup senang saya wawancara karena saat itu koran saya terbitan Surabaya, Jatim, dan dia kelahiran Batu, Kabupaten Malang, Jatim).
Soal lupa ini ada sisi baik dan buruk. Dalam urusan tertentu, bisa lupa itu baik agar memori di otak tidak sesak. Dalamnya urusan lain, yang penting, tentu tidak 🙏
👍🙏