Mencuri uang di rumah ibadah dengan teknologi

Pencuri perhiasan di kuburan dihina penjahat lain. Kalau pencuri di masjid dan gereja bagaimana nasibnya?

▒ Lama baca < 1 menit

QRIS di Gereja Kristen Jawa Pondokgede, Bekasi, Jabar

Membajak dana sumbangan di masjid dengan mengganti kode QR, dalam hal ini QRIS, bagi orang jahat dianggap kecerdikan. Apa boleh buat, teknologi adalah perpanjangan tungkai dan indera manusia. Bisa untuk hal mulia maupun busuk terkutuk.

Pencurian di rumah ibadah, tak hanya di masjid tetapi juga gereja dan lainnya, bisa terjadi. Setidaknya ada tiga modus tradisional. Pertama: pelaku adalah orang dalam, misalnya petugas gedung. Kedua: pelaku adalah orang luar tetapi ikut beribadah, dari mengambil uang sampai tas. Ketiga: pelaku orang luar, tak perlu masuk beribadah, tetapi beroleh hasil — misalnya pencuri sepeda motor.

Di sejumlah gereja, QRIS marak digunakan saat pandemi Covid-19. Lebih praktis, tak ada perpindahan uang tunai karena semua orang takut terkena virus. Sebagai peluang, modus di masjid dengan mengganti stiker QRIS pada punggung kursi dapat diterapkan.

Perbedaan pembajak uang sumbangan dengan perogoh uang maupun pengambil kotak adalah efisiensi. Pada modus tradisional, uang tunai singgah dulu di tempat semestinya. Pada pembajakan melalui jalur digital, uang giral langsung masuk ke rekening pelaku.

Sebenarnya istilah pembajakan kurang tepat. Kalau kita melubangi pipa air tetangga sebelum keran, lalu air masuk ke ember kita, itu pun lebih tepat disebut mencuri. Terlalu keren disebut pembajakan. Tak beda memanfaatkan wi-fi tetangga tanpa izin.

Lalu apa dong? Ya menipu dengan QRIS. Tak beda dari cara tunai pengedar amplop sumbangan atas nama rumah yatim tetapi ternyata fiktif, padahal uang yang masuk asli, bukan palsu. Pun tak beda dari jaringan teroris yang memasang kotak amal namun tak mau menyebut untuk terorisme.

Tentang pencurian dan sejenisnya di rumah ibadah, saya tak tahu apakah pelakunya, sebagai tahanan maupun narapidana, akan ditertawakan dan dihina penghuni sel dan blok: nyolong kok di rumah ibadah. Bukannya penjahat — termasuk koruptor — bisa menjadi budiman, menyumbang rumah ibadah?

Saya membayangkan hal itu karena teringat cerita silat Cina karya Kho Ping Hoo. Maling paling rendah derajatnya adalah tikus kuburan, alias pembongkar liang lahad dan peti mati untuk mencuri perhiasan.

Namun saya berpikir, sepanjang hanya bersua mayat dan tulang belulang, tikus kuburan takkan menganiaya maupun terlebih membunuh korban. Bandingkan dengan copet dan maling yang bisa mendadak beralih peran, menjadi perampok, karena setidaknya mengancam untuk menggunakan kekerasan.

¬ Foto hanya untuk ilustrasi QRIS di gereja

QRIS untuk mencegat dan membelokkan dana amal di masjid

Menggembok dan memaku tutup kotak amal jariah

Kotak Sumbangan dari Besi di Kuburan

2 Comments

junianto Sabtu 15 April 2023 ~ 13.06 Reply

Media-media berita daring memakai kata QRIS Palsu untuk kejahatan dimaksud Paman di atas. Gimana, ya. QRIS-nya kan tidak palsu meski bukan QRIS yang sesungguhnya untuk kotak amal-kotak amal masjid tersebut. Istilah menipu dengan QRIS tepat tapi mungkin dianggap kurang seksi oleh orang-orang media, atau mereka memang tidak jeli.

Pemilik Blog Sabtu 15 April 2023 ~ 16.08 Reply

Mmmmmm… Gimana ya. Konon bahasa itu gampang-gampang sulit eh sulit-sulit gampang 🙈

Tinggalkan Balasan