AC yang menempel pada tembok di pinggir lorong, yang setahu saya bukan jalan umum, sehingga sepi, itu memiliki selang untuk membuang air kondensasi ke dalam ember bekas wadah cat.
Sebuah contoh yang bagus. Saya salut kepada pemilik rumah. Padahal air buangan AC tak sederas air hujan dari atap melalui talang, kan? Memang sih jika air ember tak sering dibuang akan menjadi rumah nyamuk.
Persoalan membuang air — bukan buang air — ini sering diabaikan pemilu rumah. Uang penting air keluar dari wilayah rumah. Air buangan cuci mobil dari carport langsung mengalir ke jalan. Bahkan ada kasus, air cucian mobil, dari sebuah rumah baru, sampai ke gerbang tetangga seberang rumah.
Saya malah beberapa kali melihat air dari lantai dua, mungkin dari ruang cuci dan jemuran serta kamar mandi atas, langsung keluar dari talang pendek horizontal. Mulut talang nongol dari tembok, langsung bertemu udara bebas.
Jika mulut talang tetap di atas, dari cucuran atap maupun lainnya, ketika debit bertambah, misalnya karena hujan deras, air tak jatuh lurus ke bawah lalu masuk got tetapi ke jalan, melainkan menyembur ke jalan.
Kata orang bijaksini, ini persoalan adab dan akhlak. Tepatnya: kesalehan sosial, bukan hanya saleh menurut formalitas hidup beragama. Tak beda dari antre apapun maupun menengok ke belakang setiap kali masuk lalu menutup pintu minimarket — hal yang sama saat keluar dari toko.
Bagi pelaku, sepanjang tak ada komplain dari tetangga berarti oke. Kalaupun masuk Twitter, via @SeputarTetangga, nama mereka juga tak disebut.