Setiap melalui rumah di pengkolan itu saya terkesan oleh spanduknya. Nama rumah makan, yakni Bang Tom, diapit tanda kutip. Tadi sambil mengayun langkah, saya pun melamun. Kenapa pakai tanda kutip?
Tanda kutip (quotation mark), disebut juga tanda petik dua, biasanya dipakai untuk menandai ucapan dalam teks — kutipan langsung¹ atau direct quote. Tanda kutip juga dipakai untuk menyatakan kiasan.
Dari mana datangnya tanda kutip untuk nama usaha, bahkan lembaga pendidikan, saya belum menemukan jawab. Saya hanya mengandaikan hal itu dimulai dari zaman mesin tik ketika semua fon sama ukurannya sehingga perlu pembeda untuk nama dagang.
Yakin, karena mesin tik? Tidak juga. Mesin tik mengenal garis bawah. Hasil cetakan handpress maupun letterpress juga sering memuat tanda petik untuk nama usaha.
Kesan saya, apapun yang menjadi latar pasal grafika, tanda petik itu terkesan kuno, karena tipografi masa kini memungkinkan variasi ukuran dan ketebalan (extra light sampai extra black) dari fon yang sama — bahkan selain kursif juga ada lebar (wide) dan ciut (condensed).
Soal tanda kutip ini menarik. Beberapa media cetak, ketika dulu menerapkan DTP, menyetel "tanda enam" semua, bukan "enam sembilan" . Alasannya, sesuai kaidah bahasa Indonesia. 🙈 pic.twitter.com/DdfZnixi2x
— Blogombal.com (@blogombal) December 19, 2021
¹) Sampai awal 1970-an, masih ada guru SD yang mengajarkan cara menulis kutipan langsung dengan tanda kutip buka di bawah dan tanda kutip tutup di atas. Lihat variasi tanda kutip pada foto buku Bulan Bintang dan Ganaco, serta stempel toko Politeia sebelum dan setelah EYD — ejaan baru ini dimulai Agustus 1972, berlaku hingga kini.
2 Comments
Kayaknya dimaksudkan untuk menekankan keberadaan nama BangTom.
Betul, terkesan kuno, arkais.
Ketika fon yang dipakai sama rupa dan ukuran, semua dalam satu baris, soal penonjolan mungkin bisa diterima.
Seperti orang mengetik kan? 🤪