Agen galon dan Elpiji ini beruntung, bisa memanfaatkan celah di antara dua dinding tanpa keluar dari lahan bangunan tempat usahanya. Galon kosong dia tumpuk di samping rumah, di belakang sisi kanan gerbang suatu kompleks perumahan. Dari arah jalan umum, posisi toko itu di sebelah kanan gerbang.
Lho, apa menariknya?
Banyak penjual, termasuk penyewa lapak di los pasar, cenderung lapar ruang, senang memajukan dagangan hingga melebihi garis batas. Inilah naluri untuk mendapatkan Lebensraum, atau memperluas ruang hidup dengan ekspansi. Hanya di mal bagus soal macam ini lebih terkontrol.
Tak hanya di los pasar dan pusat perbelanjaan yang disebut trade center hal macam ini bisa terjadi. Di gang perkampungan juga terjadi, misalnya menempatkan bangku pengudap mepet ke jalan, sudah di atas bahu jalan. Bukankah lorong juga punya bahu?
Bahkan di rumah tinggal pun dapat terjadi, pantat maupun hidung mobil keluar dari gerbang rumah karena panjang carport tak memadai.
Masalahnya memang desain bangunan. Sebenarnya lahan sempit dapat disiasati secara optimal, bukan maksimal. Di Pinterest banyak contoh. Memang ada keluhan memanfaatkan jasa arsitek itu mahal. Dalam pengandaian saya, klinik arsitektur¹ di perguruan tinggi dapat memberikan solusi, sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi². Di sana ada pemahaman soal fungsi, konstruksi, estetika, dan regulasi bangunan.
¹) Di (mestinya) setiap daerah, Ikatan Arsitek Indonesia memiliki klinik arsitektur dan berfungsi; di Bekasi juga ada klinik
²) Pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, pengabdian kepada masyarakat