Onderdil beda harga

Paling aman belilah barang yang lumrah, banyak konsumennya, dari alat elektronik, motor, sampai mobil.

▒ Lama baca < 1 menit

Bapak itu menggerutu di depan juragan bengkel umum, “Hwaduh, tiga ratus lima puluh ribu (rupiah) cuma tutup tangki reservoir radiator?”

Sang juragan dengan sareh menghibur, “Ini bukan mobil Jepang, Pak. Kalo kayak Avanza sih lebih murah.”

Jika kap tangki cadangan soak, air radiator cepat habis. Mesin akan kepanasan. Si Bapak menggerutu, sebelumnya dia mengganti tangki ori yang pecah, habis Rp600.000.

Sang juragan memesan suku cadang asli, katanya tak ada tutup yang kompatibel.

Begitulah, paling enak itu punya mobil yang lumrah, milik sejuta umat, karena banyak montir bahkan di desa pun bisa menangani, terutama untuk mobil yang tak sepenuhnya dikontrol ECU, lalu suku cadang tak ori juga bisa untuk darurat. Tentu ada catatan suku cadang mobil Jepang belum tentu murah. Tergantung mereknya.

Saya memahami latar masalah bapak itu. Dia beli mobil seken yang odometernya belum genap 30.000 km, masih ada garansi servis gratis, pada pada suatu hari Jumat, 2019, lalu hari Senin APM mengumumkan pamit dari Indonesia, tetapi menjanjikan suku cadang masih ada.

Dia beruntung sempat mengalami penggantian onderdil mahal secara gratis. Begitu pun ketika pabrikan menarik air bag lama tetapi tak diumumkan sampai menggema.

Setahu saya, suku cadang untuk mobil yang APM-nya cabut diri akan tersedia sampai lima tahun lebih. Masalahnya tentu tingkat ketersediaan. Soal kemerataan distribusi mungkin bukan masalah karena ada lokapasar.

Maka moral ceritanya memang belilah sepeda motor dan mobil yang banyak temannya. Membeli Dodge Journey, misalnya, karena impian pada awal bekerja, bakal mahal di perawatan. Mobil yang itu kurang populer. Beli Audi 6 seken, untuk istri maupun teman dengan hubungan spesial, juga bakal merepotkan — tetapi itu asumsi saya.

Hal sama berlaku untuk audio. Seorang bapak pernah kerepotan karena ahli di Glodok angkat tangan mereparasi, “Bos, ini masih versi bikinan UK, kalo seri yang udah bikinan China nggak masalah. Ada suku cadangnya.”

Entahlah bagaimana nasib Suku Apakah dari Solo sekarang.

4 Comments

junianto Sabtu 4 Februari 2023 ~ 09.58 Reply

Saya cek ulang, ternyata ada arsip 2021 di detik.com tapi ya hanya disebut sekilas seperti dalam konten sebelumnya yang kita temukan itu, bahwa Suku Apakah kemudian berubah jadi grup musik Teamlo (Detik keliru menulis Suku Apalah).
https://dtk.id/NYMzJy

Pemilik Blog Minggu 5 Februari 2023 ~ 07.06 Reply

Soal ini menarik. Sebuah kelompok penghibur hampir tak ada jejak yang di internet, padahal mereka mengalami dikenal publik.

Saya tak tahu apakah mereka ada di FB dan layanan blog macam Blogspot dan WordPress.

Jika tak ada di sana , berarti eksistensi diri jangan tergantung pada media berita yang kita bisa bangkrut lalu tutup.

junianto Jumat 3 Februari 2023 ~ 21.17 Reply

Tentang suku cadang ori, setelah pernah dua kali punya KLX 150 saya kapok beli trail Kawasaki KLX 150 lagi karena suku cadangnya (asli) dijual hanya di diler Kawasaki — dan mahal. Suku cadang kawe, tidak ada.
Tentang Suku Apakah ternyata tak banyak arsipnya di internet, saya nemu hanya ini
http://p2k.unkris.ac.id/id3/2-3065-2962/Suku-Apakah_112532_p2k-unkris.html#:~:text=Band%20ini%20diwujudkan%20pada%20tahun,Maret%20dan%20Universitas%20Muhammadiyah%20Surakarta.

Pemilik Blog Sabtu 4 Februari 2023 ~ 08.32 Reply

Begitulah. Zaman dulu untuk karburator komplet Vespa ada versi kompatibel, buatan India, bukan Dellorto Italia.

Betul, info Suku Apakah gak banyak. Kemarin saya juga nemu laman itu, kayaknya hasil kopas.

Tinggalkan Balasan