↻ Lama baca 2 menit ↬

Sinetron Oh Mama Oh Papa

Beberapa hari lalu di Twitter ramai pembahasan skandal ibu mertua dan menantu laki. Affair berlangsung sejak putrinya masih berpacaran dengan cowoknya. Singkat cerita, si istri (21) menggugat cerai suaminya yang berumur sama.

Saya sengaja tak menyematkan (embed) cuitan itu dalam posting ini karena pasti pembaca yang belum tahu akan sampai pada foto pernikahan mempelai bersama ibu dari si cewek.

Lalu? Silakan cari sendiri dokumen putusan hakim pengadilan agama. Kronologi ada di sana, termasuk — ya, ampun — persekusi oleh tetangga terhadap ibu mertua dan menantunya ke rumah ketua RT setelah menangkap basah. Itu dokumen hukum, hasil kerja panitera, yang dokumennya disahkan hakim, bukan berita gibah.

Kasus faktual ala Oh Mama Oh Papa di pengadilan agama

Apakah tindakan mereka adalah pidana? Oleh KUHP lama yang masa berlakunya hingga tiga tahun ke depan, zina itu delik aduan, dengan syarat salah satu atau kedua pelaku masih terikat perkawinan yang sah.

Urusan ini sampai ke polisi bukan karena hubungan ibu mertua dan suami putrinya, melainkan aduan istri tentang tindak KDRT oleh suami, dengan bukti visum, setelah istri keluar dari dari rumah itu, pindah, lalu si suami mendatanginya.

Misalnya kasus internal keluarga tersebut hanya kita batasi sebagai drama faktual, saya teringat kasus serupa, misalnya hubungan jauh suami dengan adik ipar perempuan, dalam rubrik Oh Mama Oh Papa di majalah Kartini yang sempat digawangi oleh sastrawan Motinggo Boesje.

Ketika kisah dalam majalah diangkut ke sinetron, saya belum pernah menontonnya. Kalau melihat salah satu sinopsis, saya berkesan isinya tak beda dari sampel yang pernah saya baca di majalah.

Saya lupa apakah skandal asmara yang jauh dalam keluarga pernah ada dalam rubrik Nah Ini Dia koran Poskota. Rubrik itu digarap dengan pendekatan humor. Saya juga lupa, apakah sebelum ada UU Penghapusan KDRT, dan kemudian yang lebih baru yaitu UU PKS, rubrik ini menempatkan pelecehan seksual sebagai hal lucu. Perlu studi arsip.

Lalu ada masalah apa? Lebih berupa pertanyaan diri, juga untuk Anda, kenapa kita bisa menyukai sebagian maupun seluruh dan setiap cerita macam itu.

Apakah kita ingin lebih memahami kehidupan? Atau karena obsesi tabu dalam mencari hiburan?

Di sisi lain saya paham bahwa estetika itu untuk menjinakkan cara menunjukkan pemenuhan dorongan manusia, termasuk kekerasan dan berahi. Soal ini pun tak simpel. Yang mentah kasar atau banal menurut saya belum tentu sama bagi orang lain.

Bukan bermaksud menyamakan dengan dengan yang dibahas di Twitter, tetapi kita tahu, meski belum tentu pernah lihat kontennya, ada kategori dalam hiburan dewasa yang bikin jengah karena bernama “stepmom“. Ibu tiri. Demikian pula, maaf, MILF. Ada orang yang risih dan ada yang keranjingan.

Belasan tahun silam, seorang bloger, mahasiswa, pernah iseng sekilas mencari data pencarian data hiburan dewasa di Google. Termasuk teratas adalah “incest“. Kini dia menjadi asisten profesor di sebuah universitas di AS.

¬ Sumber data interaktif: Google Books Ngrams