Telik sandi itu profesi kuno. Tapi dari sisi etika profesi, pekerjaan jurnalis dan intel itu berbeda.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Heboh intel polisi jadi wartawan

Jawaban untuk judul posting ini mudah: manakah pekerjaan yang lebih dahulu dijalani, apalagi secara organik. Kalau bareng? Selisih sehari bahkan sejam pun tetap ada yang namanya lebih dahulu.

Saat ini ramai perbincangan ihwal Iptu Umbaran Wibowo, Kapolres Kradenan, Blora, Jateng, yang sebelum dilantik dikenal sebagai kontributor TVRI selama 14 tahun. Teman seprofesi dan narasumber tak tahu bahwa dia reserse.

Isu intel selalu menarik karena sering kali tak jelas buktinya, kecuali setelah dibuka, misalnya pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana pembunuh aktivis HAM Munir Said Thalib.

Juga menarik karena kadang ada orang yang mendaku intel, pamer pistol segala, padahal pekerjaan resminya, misalnya saja, wartawan.

Ada juga yang tak menyebut diri intel, namun sebagai pegawai badan intelijen dia kerap berpindah tugas dari satu instansi ke instansi lain. Lantas temannya semasa kuliah mempergunjingkan bekas aktivis mahasiswa itu. Lalu gibah merembet ke dosen kewiraan yang sejak dahulu terkabarkan sebagai perekrut agen.

Begitulah, telik sandi itu termasuk pekerjaan kuno. Ada dalam cerita yang dipentaskan ketoprak, pun ada dalam Alkitab.

Kembali ke soal jurnalistik, seorang editor dalam kelas untuk reporter sebuah grup media, mengingatkan etika profesi, “Terhadap sohib sendiri pun kalau wawancara harus bilang wawancara. Terhadap sumber lain juga begitu. Kalau nguping dan ngobrol jadi berita, itu namanya kerja reserse.”

Si editor pengajar itu sudah pensiun. Kabarnya kini dia jadi agen ganda: agen elpiji dan agen Aqua galon. Sebelumnya malah sekalian agen pulsa tetapi akhirnya tutup karena konsumen membeli via aplikasi ponsel.

¬ Gambar praolah: Freepik

6 thoughts on “Wartawan merangkap intel atau sebaliknya?

        1. Pada masa perjuangan sekitar juga banyak pedagang, beragam latar etnis, yang melakukan tugas rahasia untuk Republik baru ini.

          Awal merdeka kita juga cari uang dari bisnis candu (opium) buat bayar pegawai perwakilan luar negeri . Bung Hatta menyetujui usulan Maramis. Untuk Jawa, antara lain pusat kontrolnya (kirim ke LN) di Solo, gudang di Yogya. Polri mengamankan.

          Untuk radio komunikasi militer dan senjata, RI beli dari pasar gelap di Myanmar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *