Saya memang tuwèk dan ketinggalan zaman. Barusan heran ketika membaca opsi warna “pink Fanta”. Saya suka Fanta, tetapi kini tak sering meminumnya.
Paling saya sukai, namun sering kehabisan di minimarket, adalah Fanta Orange. Fanta Stroberi saya suka hanya saat menghadiri resepsi, antre bersama anak-anak kecil. Wédang abang, saya menyebutnya, dan untuk membelinya saya ogah. Sayang sekali makin banyak katering yang memakai minuman merah dari Big Cola, begitu pun untuk kola, bukan Coke dari Coca-Cola.
Soal pink Fanta ini agak membingungkan. Dalam laman produk Coca-Cola Indonesia yang bisa dipaksakan mirip warnanya cuma Coco Pandan.
Sedangkan Fanta pink dari Jepang itu disebut peach flavor. Lha padahal lagi, Fanta Peach yang ada di negeri lain tema warnanya lebih ke jingga.
Laman web Fanta Amrik malah malah punya rasa buah naga dengan warna jambon tua ke arah ungu muda. Penjelasan saya pasti membingungkan. Begitulah urusan warna. Menyangkut persepsi.
Dunia industrial telah memperkaya pengenalan kita terhadap warna. Penanamaan sepihak secara semantik dimaksudkan untuk membedakan warna secara spesifik. Padahal yang spesifik adalah yang terukur dari sisi CMYK, RGB, maupun kode HTML dan lainya.
Hijau Stabilo dapat Anda bayangkan. Kalau hijau tahi kuda? Anda yang tinggal di kota mungkin bingung. Tentu warna kotoran hewan tidak cocok untuk menamai warna makanan dan minuman. Memang sih dalam bahasa Jawa ada penganan bernama bol jaran. Artinya dubur kuda. Ada pula buah jambu bol.
¬ Bukan posting berbayar maupun titipan
Warna jambon identik dengan manis padahal pink lava asli tidak
3 Comments
Hijau tahi kuda saya jarang mendengar, yang sering adalah ijo telek.
Saudaranya ijo tléthong
👍😁