Masyarakat sudah tahu perkelahian dalam Munas HIPMI di Solo, Jateng, itu. Selanjutnya biar jadi urusan polisi. Masyarakat dan anggota HIPMI sama-sama paham bahwa “mu” dalam “munas” adalah musyawarah. Jangan membayangkan cara Pak Asmuni mengucapkan.
https://twitter.com/SeeU2Morrow__/status/1594836240519794693?t=cv8NwPd81koEtZCl03Jf7g&s=19
Mengapa harus berbaku hantam padahal tak ada dalam agenda? Pihak yang merasa sebagai terserang akan bilang, masa sih ditonjok dan ditendang tetap diam. Jadi merepotkan jika kedua pihak merasa sebagai korban yang membela diri.
Bagi pengusaha katering, termasuk F & B hotel, setiap perkelahian di tengah acara itu membahayakan meja makan, terutama peralatan makan. Tetapi mungkin dalam klausul pemesanan boga sudah diatur soal ganti rugi.
Entah sudah berapa kali ada acara rapat besar organisasi diwarnai perkelahian, termasuk lempar kursi. Memar wajah karena muktamar jelas tidak keren.
Sebuah video kericuhan yang terjadi saat Munas XVII HIPMI di Solo, viral di media sosial. Para peserta melakukan protes hingga saling adu jotos.#Republika #viral #solo pic.twitter.com/gz0GAARNe1
— Republika.co.id (@republikaonline) November 22, 2022
Sejauh saya ingat, jadi tolong Anda koreksi, belum pernah ada berita perkelahian dalam acara besar ormas yang anggotanya, oleh orang luar, dianggap akrab dengan kekerasan. Organisasi preman, begitulah kata orang, sehingga menjadi citra — suatu hal yang tentu akan disanggah pengurusnya, karena AD/ART tak memuat kata itu.
5 Comments
Mau berkomentar tapi takut dipukul, karena mereka ber-Munas di kota saya. 😬
Ditawari ngiras saja.
Mereka pengusaha pasti bayar.
Nah, itu. Kemarin saat saya bercerita istri tentang orang-orang HIPMI yang padu jotosan itu, istri saya bilang ada beberapa pembeli dari HIPMI ngiras di kedainya.😁
Sing penting mbayar dan tidak gelut 👍
Leres!