Tempat sempit memanjang dengan aneka tanaman itu saya sebut girli, karena berupa bantaran sungai kecil di depan deretan beberapa rumah.
Ada tanaman hias, pohon mangga, pohon nangka, pohon sawo, dan pohon pinang. Tanahnya subur, kelembapan tunggi, tanaman tak perlu disirami, bahkan batang pohon berlumut rata. Untuk dapur, daun jeruk dan cabai tinggal memetik.
Sampai lima belas tahun silam, sisi di seberang adalah sawah, posisinya lebih tinggi daripada perumahan di Cimindi, Cimahi, Jabar. Kini sawah telah menjadi perluasan perumahan Setra Duta, Bandung Barat, Jabar.
Jalan di depan deretan rumah itu sepi. Selain warga di sana, yang sesekali melintas adalah penjaja makanan. Karena sepi, maka penghuni rumah bisa makan tanpa sungkan di teras sambil menikmati semilir angin. Mungkin kalau mau, untuk rujakan dan lotisan bisa di ruas bertrotoar dengan buk untuk duduk itu.
Di seberang rumah adalah bantaran subur menghijau, sementara di halaman sempit rumah ada aneka tanaman. Nyaman nian. Mana udara sejuk pula. Apalagi malam, tetamu dari kawasan panas, semisal Jakarta dan Bekasi, harus berjaket, tak berani bercelana pendek.
Orang Jawa punya ujaran dan ajaran, urip iku wang sinawang. Hidup ini berisi saling pandang. Apa yang dimiliki dan dicapai orang lain sering kali lebih enak daripada kita, sementara orang lain memandang kita lebih nyaman dari mereka.
Jadi? Kita ikut menikmati saja hal yang dimiliki orang lain atas seizin mereka.