Tak ada alasan untuk tidak punya arloji
Judul posting ini boleh Anda ralat: dengan ponsel urusan jam sudah beres, ada alarm dan stopwatch serta timer pula. Tetapi tak semua orang terpuaskan oleh jam pada ponsel dan layar komputer. Apalagi tak setiap saat orang bisa melihat layar ponsel saat naik motor, kecuali motornya seperti tukang ojek dan kurir, ada dudukan untuk ponsel.
Jam tangan makin murah. Sila tengok harga dalam gambar. Ada yang Rp23.000, setara harga sebungkus rokok.
Untuk arloji analog berpenggerak quartz, biaya produksi secara massal lebih murah, perakitan dibantu robot — suatu hal yang dilecehkan oleh pemuja craftmanship, apalagi yang kelas haute horlogerie.
Mesin jam atau movement dipasok oleh vendor. Jepang termasuk pemasok utama mesin jam lalu dikejar oleh Cina. Produsen arloji lokal Indonesia berjenama asing menggunakan mesin dari kedua negeri itu. Ada juga yang lebih praktis: mengimpor arloji jadi dari Cina.
Kini dekorasi piringan makin murah. Di lapak daring ada penyedia arloji dengan kustomisasi sesuai selera pembeli. Bisa logo ormas, klub sepak bola bola, karakter animasi, hingga organisasi hobi. Bahwa penyematan logo tak seizin si empunya hak, itu masalah lain.
Soal kualitas arloji murah, sejauh pengalaman saya tidak awet. Misalnya daya tahan terhadap air. Soal lain: arloji belum rusak tetapi biaya ganti baterai dan tali gelang melebihi harga jam.
Dengan segala kekurangan arloji murah, salah satu benda mekanis yang saya anggap ajaib adalah mesin jam, terutama yang analog putar dan matik serta dengan dinamo bertenaga gerakan tangan seperti misalnyaSeiko Kinetic.
Jam solar, semacam Citizen Eco-Drive maupun Seiko Solar serta Swiss Military (bukan Swiss Army) dari Chrono AG, dan TAG Heuer Solar? Juga menarik tak perlu ganti baterai. Maka misalnya ada arloji analog cap Diesel bertenaga solar itu klop. Mana ada mesin diesel bertenaga baterai.
Apapun merek, jenis, dan harga setiap jam yang penting pemiliknya menghargai waktu, apalah jika menyangkut orang lain.
Sebelum pandemi, dan saat itu masih ngantor, tiap hari saya pakai jam tangan. Saya punya dua jam tangan, saya pakai gantian tiap dua hari.
Saat pandemi, dan sudah pensiun, saya tidak pernah pakai jam tangan hingga beberapa bulan lalu mulai memakai lagi. Tapi cuma satu arloji yang saya pakai, satunya habis setrum baterainya sampai hari ini belum saya ganti baterai.
Kini pakai arloji pun tidak tiap hari, cuma kalau pas merasa perlu untuk melengkapi penampilan.😁😎
Begitulah soal jam tangan. Bagi pria kadang perhiasannya cuma itu 😇
Dulu banget dikirimi mertua dari Jakarta cincin emas kuning yang ada batunya (saya enggak tahu jenis batu apa, tapi kata mertua tidak murah). Saya nggak mau makai 😁 dan sampai sekarang saya simpan di laci lemari pakaian.
Saya pilih pakai perhiasan cincin kawin emas putih dan arloji.😁😁
Sama. Selain jam tangan, perhiasan saya adalah cincin polos sejak tunangan, yang kami beli patungan 😇