Apakah dalam kampanye pilkada serentak nanti, setiap kandidat wali kota dan bupati berani berjanji memberesi ruang bersama?
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Nasib pesepeda di jalan ibu kota Jakarta

Mobil mendepak sepeda, lalu sepeda naik ke trotoar, padahal itu untuk pedestrian. Singkat cerita, paling sial adalah pejalan kaki. Dipepet sepeda motor, lalu juga sepeda, di beberapa kota malah terhadang PKL pula. Ini masalah keruangan dalam kehidupan, setiap makhluk membutuhkan ruang tertutup dan ruang terbuka.

Maka pada awal peradaban orang tinggal dalam gua dan pondok daun, jika perlu membangun di atas pohon. Setelah mengenal desa dan kemudian kota sebagai ruang huni bersama, dan roda untuk gerobak, serta kuda, keledai, bagal, sapi, sebagai alat transportasi, orang membutuhkan lorong dan jalan, bukan hanya jalan setapak menuju huma di atas bukit.

Jalan setapak hingga jalan mulus lebar modern adalah ruang bersama. Trotoar bagian dari itu. Ketika pengguna jalan kian banyak, aturan berbagi ruang kian diperlukan. Kenapa aturan tak diindahkan, itu bukan soal infrastruktur. Soal adab manusia. Juga soal manajemen tata ruang.

Maka yang terjadi adalah saling berebut ruang. Di depan pasar penjual tak berkios menggelar lapak di pinggir jalan. Pembeli dan penjual memarkir sepeda, motor, dan juga mobil, di jalan. Mobil sulit lewat. Lalu pejalan kaki yang tak berbelanja harus melipir.

Infografik: trotoar adalah hak pejalan kaki

Nanti dalam pilkada serentak, kita lihat berapa kandidat wali kota dan bupati yang dalam kampanye berbuih janji akan memberesi soal macam ini. Apabila berjanji saja tak berani, jangan harap bisa diminta setelah mereka menang karena mereka tak merasa berutang harapan.

Infografik: trotoar adalah hak pejalan kaki

Infografik Adab sepeda motor: naik ke trotoar, memakai pejalan kaki

3 thoughts on “Akhirnya yang kalah ya pejalan kaki

    1. Tahu sendirilah, setidaknya ada dua hal pengganjal:
      1. isi penataan kota kalau dianggap merugikan kelompok bisnis, formal maupun terlebih informal
      2. ada saja kandidat yang mengukur kemajuan kota dari formalitas ibadah dan pembangunan rumah ibadah, sehingga itu jiga yang dijual dalam kampanye. padahal kota yang bersih, dengan pasar yang bersih, jalan yang rapi, lalu lintas yang genah, adalah pewujudan akhlak dan kesalehan sosial, dan itu adalah adab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *