Ketika orang kadung tergantung layanan gratis, begitu macet langsung kesal. Apalagi kalau bayar.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

What's Up setelah WhatsApp semaput?

“Tadi gimana Oom, WA kan tewas? Repot ya?” tanya Dul Kimpul.

“Cuma semaput. Tapi kan udah waras sekarang,” jawab Kamso.

“Ada masalah nggak?”

“Ada, dikit. Urusan kerjaan. Tapi kan ada email? Kirim draf via WA itu kadang kehapus, nyari arsipnya nggak secepat email. Telepon juga bisa, pakai pulsa.”

“Nggak stres, Oom? Kalo saya email buat ngedonlot sama ndaftar aplikasi.”

“Nggak stres.”

“Kalo saya tadinya stres ringan tapi karena bini nelepon terus, padahal dia lagi kesel WA mati, tambah kesel waktu pulsanya abis.”

“Dulu sebelum ada WA, orang tetep bisa hidup, kan? Belum ada SMS juga tetep hidup, Dul.”

“Perkembangan jaman, Oom. Apa aja yang gampang dan enak harus kita nikmati. Jangan mikir mundur ke masa lalu, ke jaman teknologi lawas. Kalo layanan terganggu kita berhak kesel, marah….”

“Padahal WA gratis ya? Kita cuma bayar kuota. Kalo berbayar pasti kamu ngamuk ya, Dul. Tiang listrik kamu sabetin pake Pralon.”

“Kok tiang listrik?”

“Dia nggak bisa bales.”

4 thoughts on “What’s Up setelah WhatsApp semaput? Not much kok, Lur!

  1. WA semaput tidak banyak pengaruhnya buat saya, yang sudah tidak bekerja, pun buat kedai istri karena selama ini pesanan via WA hanya sedikit. Tidak banyak pengaruhnya karena ponsel saya selalu berisi pulsa yang lumayan, bukan hanya berisi paket data alias “kuota”, sehingga leluasa untuk menelepon.

    Untuk orang-orang yang bekerja, kalau mereka tidak kemrungsung ya bisa pakai email seperti Paman eh Om Kamso….

      1. Termasuk tepat waktu cetak. Meski untuk itu pada 1995 atau 1996 saya pernah harus kirim foto dari Solo ke Surabaya pakai kurir Mas OB biro Surya Solo naik bus Patas Eka atau bus Sumber Kencono non-Patas saya lupa.

        1. Zaman jahiliah itu. Teman yang meliput ke Bandung harus segera kirim rol film ke Jakarta via sopir 4848. Nanti OB Palmerah yang ambil ke agen di Jalan Prapatan.
          Koresponden di Surabaya dan orang yang meliput di sana harus buru-buru ke bandara, menitipkan rol film ke orang maskapai penerbangan, lalu nanti ada orang yang kantor yang ke Soekarno Hatta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *