Bikin tempat usaha mepet jalan, lalu pasang banner agar pejalan kaki menapaki lapisan aspal.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Spanduk curang perintang pedestrian di Jatimakmur, Pondokgede, Bekasi

Kalau pemasang spanduk di tepi jalan ini disebut tak berakhlak, tak punya adab, pasti marah. Apalagi jika dia rajin beribadah. Padahal dia, pemilik usaha pinggir jalan raya, menghalangi pejalan kaki sehingga si pedestrian terpaksa berjalan di atas aspal.

Di mana masalahnya? Mungkin para penganjur jalan ke surga hanya membatasi akhlak itu jangan mencuri dan jangan berzina plus jangan membangkitkan berahi lawan jenis. Menyerobot antrean (dari prasmanan resepsi sampai berkendara di jalan raya) dan mengambil ruang yang bukan haknya tak termasuk dalam akhlak dan adab.

Jika kita menegur pemasang spanduk, mungkin akan ditanggapi, “Satpol PP aja diem, napa sampean cerewet?”

Hmmm… memang ada masalah dalam urusan menata kota. IMB tak dianggap penting, orang bikin rumah dan tempat-tempat usaha sesukanya, pemkot cuek saja, nanti setelah ada masalah baru dirobohkan. Tentu pemilik bangunan tak terima karena sekian tahun tak dipersoalkan.

Maka bangunan mepet jalan dianggap biasa. Fungsi lurah dan camat? Saya belum tahu apakah termasuk mendata — bukan menindak — bangunan pengganggu pejalan kaki.

3 thoughts on “Spanduk curang perintang pedestrian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *