Apa hubungan Hari Kemerdekaan dengan ngeblog lagi? Bagi saya ada dan relevan. Hari ini ponsel saya bisa berfungsi lagi setelah sekian hari, tepatnya sehari setelah terapi freezer itu, saya tak dapat menggunakan ponsel. Selagi mengeset ponsel setelah factory reset, ada oleh-oleh kue dari acara tujuhbelasan, salah satunya bertema merah putih.
Sekian hari saya tidak berponsel. Aneh dan repot. Keluar rumah tanpa ponsel menjadikan saya tak dapat menghubungi dan dihubungi siapa pun. Ketika akan menggunakan layanan di tablet dan laptop, saya tak dapat melihat kode autentikasi via SMS karena ponsel lumpuh.
Lho bukannya SIM card telepon yang sedang sakit bisa saya pindahkan ke tablet? Bisa. Tapi akan repot berteleponan dari ponsel berlayar sepuluh inci, padahal suara hanya jernih kalau dengan earphone kabel, karena dengan alat nirkabel bisa berakibat lawan bicara tak mendengar jelas. Menulis untuk WhatsApp di layar tablet juga repot, lebih praktis di laptop.
Bukannya kemarin-kemarin saya juga ngeblog? Ya. Posting sedikit, karena saya menggunakan tablet berkibor dan laptop. Tidak senyaman ponsel. Dengan ponsel, sejak memotret, membuat ilustrasi, sampai menulis, saya lakukan dalam satu alat. Enak memegangnya, gampang memilih posisi duduk, tak perlu meja.
Tentu ada hikmahnya. Dengan laptop saya bisa membuat ilustrasi yang lebih baik, misalnya tentang puluhan perwira dan bintara Polri yang terseret Ferdy Sambo, lamanya penyidikan kasus Sambo, dan pengutilan cokelat di Alfamart yang saya hubungkan dengan keadilan restoratif.
Sekian hari tanpa ponsel membuat saya merenung. Kalau saya sama sekali belum pernah berponsel, bahkan tidak tahu ada alat macam itu, mungkin tak ada masalah, padahal hidup di zaman pengemis pun punya ponsel.
Ketergantungan terhadap ponsel — tepatnya: ponsel cerdas — mengakibatkan sebagian hidup kita ada dalam perangkat itu dengan dukungan aneka sistem yang tak kita lihat bentuknya selain menara BTS.
Hari ini saya merayakan kesembuhan ponsel saya dengan memotreti sejumlah objek di sekitar teras. Tak ada yang baru karena semuanya pernah saya foto dan saya blogkan. Artinya blog ini tetap tak ke mana-mana. Dalam istilah orang Jatim: pancêt aé.
Pengesetan ponsel belum selesai. Ada banyak aplikasi yang harus saya instalasikan ulang dan itu pun harus saya seleksi. Tetapi saya tahu aplikasi apa yang akan saya pasang terakhir, mungkin malah baru besok. Apakah itu? WhatsApp.
¬ Terima kasih untuk orang baik, pembaca blog ini, yang memfasilitasi perbaikan ponsel saya 🙏💌
8 Comments
pilih ga bawa henpon, apa ga bawa dompet, oom paman? ;)
Gak ada pilihan itu. Harus bawa hape dan dompet. Tapi dalam praktik, belakangan kadang lupa bawa dompet soalnya sibuk siapin kacamata dan masker 🙈
BTW ngeri saya membayangkan di zaman sekarang kita berhari-hari hidup tanpa ponsel.
BTW lagi, saya menunggu WA Paman on alias murup lagi.
BTW yang terakhir, saya menunggu postingan-postingan skoy via ponsel seperti biasanya, bukan hanya running content Sambo.
Sabar ya 🤗🙏
Baiklah, kawan, eh Paman.
Merdeka!
Eh kayak PDIP, emang hanya partai banteng yang boleh bersalam gitu?
Abad lalu, Ali Moertopo yang Golkar suka teriak merdeka.
Yang ini nggak pernah bisa dipakai ngeblog.😬
https://juniantosetyadi.wordpress.com/2022/08/14/ponsel-nokia-jadul-ketumpahan-air-mineral/
Yah kita terima apa adanya 😇🙏