“Hebat ya Mas, Pak Mahfud itu. Udah ngasih clue soal motif pembunuhan oleh geng Sambo. Urusan dewasa pasti menyangkut soal yang… ya gitu deh,” kata Kamsi kepada suaminya usai makan siang.
“Nggak, ah,” sahut Kamso.
“Lho? Keren itu Mas!”
“Nggak. Mestinya Pak Mahfud nggak usah bilang gitu, itu urusan penyidik. Dia cukup bilang telur udah pecah.”
“Tapi dia kan Ketua Kompolnas, Mas? Berhak dong.”
“Soal kepatutan aja. Biarkan Pak Listyo yang kerja, soalnya udah bilang akan terus mendalami.”
“Iya sih, tapi tapi petunjuk awal itu yang ditunggu publik,” kata Kamsi.
“Tetap nggak patut. Apalagi tadi dia ngulangi pengungkapan Sambo sebagai bedah caesar, mengeluarkan bayi dari perut ibundanya.”
“Iya sih kalo itu, mestinya nggak usahlah disebutlah. Lalu sebaiknya Pak Mahfud ngapain?”
“Nggak usah banyak komentar dululah. Lebih penting menanggapi kekesalan pendukung Rizieq terhadap kematian anggota FPI di Km 50.”
“Lha kan polisinya udah divonis bebas? Dinyatakan bersalah udah membunuh tapi karena membela diri lalu diserang. Amien Rais juga bilang nggak ada keterlibatan TNI sama Polri. Kenapa soal Sambo dan Brigadir Yosua dikaitkan ke Km 50, kan nggak ada hubungannya? Aku terima juga di WA, intinya ingatan publik harus dijaga supaya kejadian itu nggak dilupakan.”
“Ya boleh aja. Karena keadilan itu bisa rumit. Bagi yang kalah atau dirugikan, dunia ini nggak adil. Nah, ketimbang bercanda soal balbalan mendingan Pak Mahfud menanggapi secara normatif pertanyaan orang di Twitter soal Km 50. Kalo udah pernah menanggapi, tinggal share link aja.”
→ Gambar praoleh: Akun Twitter @mohmahfudmd, Shutterstock
2 Comments
Sejauh saya tahu Mahfud memang seneng ngomong.
Lha ya itu.