Ulat, ular, uler

Ulêr dan uler itu berbeda, yang penting witing trêsna jalaran saka gila. Cinta bermula dari geuleuh.

▒ Lama baca < 1 menit

Ulat hijau tanpa bulu, hama pelahap tanaman keladi

Malam sudah menyapa, selesai menyapu dan mengepel sejak magrib saya menyirami tanaman. Daun keladi yang kemarin masih utuh ternyata hampir habis. Kalau saya tadi pagi sempat menyirami pasti melihatnya. Tetapi kalau daun kadung bolong ya sudah.

Penyebab daun terondol tentu ulat. Saya tak tahu namanya ulat apa. Hijau, tak berbulu, ekor seperti tiba-tiba terpotong, badan gilik tampak empuk kenyil-kenyil, setelah saya foto ternyata wajahnya galak, tidak ramah apalagi lucu seperti dalam kartun. Tetapi nanti setelah menjadi kupu-kupu, entah apa namanya, si ulat pasti indah. Itulah keajaiban alam.

Ulat hijau tanpa bulu, hama pelahap tanaman keladi

Tentang ulat, bahasa Jawa dan bahasa Indonesia itu bisa menganggu komunikasi. Orang Jawa menyebutnya “ulêr“, artinya ya ulat, bukan karena “ular” dilafalkan secara berbeda sebagai dialek. Adapun ular dalam bahasa Jawa adalah “ula“, dilafalkan “ulo”.

Ketika orang Jawa, yang tinggal di Jakarta dan Jabar misalnya, bilang barusan menangkap “ulêr”, Anda jangan langsung merasa ngeri. Mungkin yang dia maksudkan itu ulat. Tetapi terhadap ulat pun banyak yang takut — dalam bahasa Jawa disebut “gila” (baca: gilo) dan “megilan“.

Ulat hijau tanpa bulu, hama pelahap tanaman keladi

Takut, dalam bahasa Jawa adalah “wêdi” (dengan “d” lunak, berbeda dari “wêdhi” dengan “d” seperti dalam bahasa Indonesia yang berarti pasir). Apa bedanya dari “gila” dan “megilan“?

Untuk “wêdi“, jika ditemani, akan akan hilang. Untuk “gila” dan “megilan“, biarpun ditemani banyak orang tetap ngeri, jijik, geuleuh atau gabungan semuanya.

Maka ada pepatah nan indah mengharukan: “witing trêsna jalaran saka gila“.

Ingin sayur bobor lembayung tanpa ulat

Kita suka kupunya, ogah ulatnya

Tinggalkan Balasan