↻ Lama baca < 1 menit ↬

Nangka: Oleh-oleh yang menggantung dalam celana

Saya suka nangka (Artocarpus heterophyllus), sampai akun dinas di Twitter dahulu bergambar nangka. Hari ini Mbakyu Sayur membawa nangka, seperempat buah Rp25.000. Rasanya sedap. Manis, tidak keras kemlethus, tidak mblenyèk. Pas. Aromanya pun mengundang. Sayang beton atau bijinya tidak cantik, tua warnanya, agak sepet pula, dan sulit saya kupas kulitnya.

Tentang nangka, dahulu waktu saya masih kuliah sering menirukan dialog dalam dialek Banyumas.

Rika nggawa olèh-olèh? Endi laaa?

Lha kiyé, gondhal-gandhul nangka thok!

Terjemahannya, “Kamu bawa oleh-oleh? Mana?”

“Lha ini, gondal-gandul dalam dalam celana!”

Nangka: Oleh-oleh yang menggantung dalam celana

Sabar, dalam bahasa Jawa “nangka thok” (hanya nangka) bisa terdengar “nang kathok” (dalam celana).*

Bagi orang Jawa bandhèk, kata yang tertulis “nangka” dibaca “nongko“, tetapi jika mendapatkan imbuhan dilafalkan “nangka“, dengan “a” sebagai “a”, menjadi “nangkané“. Ya, serupa “kancané” dan “matané“.

Tetapi dalam lagu pop Jawa campursari hal itu kadang tak berlaku untuk penulisan judul maupun lirik, sehingga “a” ditulis “o”, bahkan pengucapanya demikian. Padahal “lara” (sakit) yang dilafalkan “loro“, dengan o seperti pada “antyo”, berbeda dari “loro” (dua) dengan “o” seperti pada “kebo”. Namun dalam penulisan bahasa Jawa nonbaku dengan aksara Latin, keduanya menjadi “loro“.

Maka ketika seseorang menulis dalam WhatsApp, “Aku saiki loro“, berarti dia sedang menggandakan dirinya dengan ajian kakang pembarep adhi wuragil (kakak sulung dan adik bungsu). Raganya tampak menjadi dua dengan gerakan berbeda. Yang satu kirim WA, yang lainnya mengelapi ponsel.

Nangka: Oleh-oleh yang menggantung dalam celana

*) Hanya satria bermotor trail yang tak pernah memasukkan nangka ke balik celana, tapi babal (pentil gori) bisa

Membungkus nangka di pohon

Pohon Nangka di Bawah Jembatan Penyeberangan

Jumpin’ jackfruit orang kesrakat