Tadi pagi istri saya memberikan sepiring kecil jambu biji (Psidium guajava), “Aku beli di Mbak Eni. Katanya ini jambu Citayem.” Mbak termaksud adalah penjual sayur keliling yang beberapa kali saya blogkan. Adapun Citayem adalah pelafalan lain untuk Citayam. Ya, Citayam yang sedang menjadi buah bibir itu.
Sejujurnya saya baru mendengar jambu Citayam pagi tadi. Berarti itu jambu tersohor seperti halnya salak Pondoh (atau salak pondoh?). Saya cek di Google ternyata di lokapasar banyak penjual jambu biji merah Citayam.
Citayam berlokasi di Kabupaten Bogor, wilayah penghasil jambu biji terbesar di Jabar. Namun bingung juga ketika saya membandingkan angka dalam tabel dan peta (¬ Open Data, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar). Dalam tabel tertulis “209955” tanpa titik, koma, maupun spasi sebagai separator, padahal dalam peta tersebutkan “20.995,5”. Satuan bobotnya sama, dalam kuintal.
Sedangkan dalam laman BPS Kab. Bogor, maksud angka lebih jelas, disertai spasi, namun angka produksi jambu biji berbeda dari provinsi, yakni 201.645 kuintal. Ah, embuhlah. Pokoknya Kab. Bogor penghasil jambu biji terbesar di Jabar, entah berdaging merah maupun putih.
Adapun jambu Citayam yang dijual di pasar belum tentu dari desa itu. Mungkin dari desa tetangga karena vegetasi tidak dapat dikurung dengan batas administrasi wilayah.
Maka inti cerita adalah Citayam itu top. Adapun khasiat jambu biji antara lain meredakan flu dan batuk serta meningkatkan kesehatan mulut (¬ Hallosehat).
6 Comments
Jambu biji, selalu ada tersedia di kedai istri saya (kecuali sedang tidak musim), sebagai bahan es jus. Tentu bukan dari Citayam/Citayem, tapi saya enggak tahu dari mana asalnya (sebelum dikulak pedagang di pasar).
Eh jangan-jangan dari Citayam juga, ya?😁
Terlalu jauh kalau dari Citayam. Mungkin Boyolali atau Tawangmangu
Betul, Boyolali, kata istri saya barusan. Dan harganys sedang naik, jadi Rp 10.000/kg.
Yang dekat, dengan hawa pas, ya Boyolali alias Bajulkesupen
Buat jus. Sip 👍