Saya belum lama tahu kalau ada Jalan Palmerah Timur. Karena saya jarang pergi setelah pandemi? Entahlah. Mungkin nama baru jalan itu sudah lama, tetapi karena saya merasa mengenali kawasan sekitar Kompas Gramedia sehingga ke Bentara Budaya sebelum ada Google Maps untuk ponsel pun saya tidak tersesat.
Jalan Palmerah Timur itu dulu bernama Jalan Gelora 1. Dalam peta Waze, nama jalan itu masih Jalan Gelora 1. Begitu pula di Street Directory.
Sebelum pada 1991 pemerintah membuat jalan baru dari Jalan Juraganan, Jaksel, tembus ke Jalan Raya Pejompongan, Jakpus, akses ke Jalan Palmerah Selatan (jalan buntu, Jakpus), dan Jalan Palmerah Barat (Jakbar), dari arah Gedung Manggala Wana Bhakti itu melalui Jalan Gelora 1.
Dahulu tak ada jalan di samping percetakan PT Gramedia dari arah Permata Hijau. Jalan baru itu kemudian menjadi Jalan Tentara Pelajar.
Kembali ke Jalan Gelora 1, ada masa Google Maps menamainya Jalan Jakarta-Bogor. Tentu berbeda dari Jalan Raya Bogor di Jakarta Timur. Saya pernah memostingkannya pada 2013.
Jadi apa moral ceritanya? Penguasa jangan takut mengganti nama jalan karena masyarakat akan terbiasa. Tetapi dengan catatan: terutama untuk jalan yang di kanan kirinya diisi lahan dan bangunan milik pemerintah. Jalan Palmerah Timur diapit rel, Stasiun Palmerah, dan di seberangnya ada Kompleks Manggala Wana Bakti serta Kompleks Parlemen.
Masalah Anies adalah jalan-jalan yang dia ganti namanya berisi lahan dan bangunan warga. Urusan legal domisili menjadi masalah, ditambah posisi Anies secara politis sebagai ekses Pilgub DKI 2017.
Hari ini saya cek Google Maps masih memakai Jalan Raya Pondokgede di Jaktim, belum Jalan Haji Bokir. Secara teknis kalau cuma ganti nama dalam peta itu mudah, tapi jika menyangkut prosedur pemutakhiran data dalam sistem besar biasanya ada aturan ketat.
¬ Nama jalan dalam peta di atas, dan tangkapan layar Google Street View, adalah status saat posting ini dibuat — kecuali repro peta Holtorf dan tangkapan layar Google Maps 2013
3 Comments
Foto/tangkapan layar yang diolah bagus, dan mengingatkan saya bahwa pada 1998 – 2004 (enam tahun) saya akrab dengan wilayah-wilayah itu. Kantor saya berada sana (saya lupa nama jalannya, lokasi kalau dari Slipi ke arah Pasar Palmerah, ada di setelah pasar).
Mes kantor saya ada di Jalan Gelora apa gitu kalau nggak salah, di dalam kampung, dekat kantor Kompas.
Dahulu kalau meliput ke Kompleks Parlemen, kadang berjalan kaki dari kantor, lewat depan Pasar Palmerah, menyeberangi rel KA di Stasiun Palmerah.
Dan seterusnya, dan seterusnya.
Mohon maaf bila komentar panjang ini sama sekali tak menyenggol substansi konten tentang perubahan nama jalan.
Suwun untuk apresiasi Lik Jun 🙏
1. Dari Slipi lurus mentok sampai pertigaan pasar itu Jl. Palmerah Utara. Di jalan itu, dari Slipi, sisi kiri ikut Jakpus. Seberangnya, sisi kanan, ikut Jakbar
2. Setelah pertigaan pasar belok kanan, itu Jalan Palmerah Barat, ikut Jakbar. Setelah pasar ada gerbang besar. Begitu masuk ada rumah gaya 50-an,dulu buat Media Bank (Bank Umum Majapahit) yang HQ di Jl. Hayam Wuruk 122,lalu jadi kantor Warta Kota, dan akhirnya Hotel Santika
3.Dari gerbang kalo bablas ada Bedeng 2000,mulanya untuk sekian majalah plus studio foto, lalu dipakai persda. Di sisi kanan ada bangunan lawas, yang separuh direnovasi, buat kantor penyiapan tabloid Infometro, yang kemudian dilikuidasi, awaknya ditaruh di Warkot
4. Dari bedeng ada jalan tembus ujung Palmerah Selatan yang buntu. Ada SPBI, bukan SPBU. Nah di sebelah kanan SPBU, dari arah kita datang, ada parit dan tembok lahan. Lalu ada sudut sekitiga sempit. Itulah batas Jakpus, Jakbar, dan Jaksel.
5. Jalan-jalan di seputar Palmerah Selatan yang Jakpus bernama Gelora, ikut Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanahabang, Jakarta 10270
👍