↻ Lama baca < 1 menit ↬

Anies mengganti nama 22 jalan di Jakarta: semata karena populisme menuju capres 2024

“Napa sih Anies mengganti nama jalan sampe 22 nama?”

“Lha kan untuk mengangkat lokalitas? Menghormati masyarakat Betawi dan peran historisnya dalam membentuk kampung besar bernama Jakarta.”

“Oh, bukan cari muka dan balas jasa buat para pendukung dia dalam Pilgub DKI 2017 yang brutal itu?”

“Di mana pun di Indonesia ada saja nama jalan yang nggak abadi. Siapa yang berkuasa, itulah yang menentukan penanaman jalan. Untuk bisa diterima tentu butuh proses. Ini soal menipiskan residu ingatan di benak.”

“Publik nggak bisa membangkang?”

“Lha buat apa, kan itu nantinya berhubungan dengan data domisili secara legal untuk aneka dokumen?”

“Ada nggak nama versi pemda kalah sama versi masyarakat?”

“Ada. Orang lebih kenal Jalan Dokter Ratna, karena itulah dulu cara angkot menyebut rute, cuma teriak “Ratna! Ratna!”, bahkan Google Maps akhirnya ngikutin, untuk Jalan Wibawa Mukti III di Bekasi, soalnya di sana ada Klinik Dokter Ratna. Hal sama terjadi pada Jalan Wibawa Mukti VI yang menjadi Jalan Raya Kodau, karena si sana ada kompleks Kodau, milik TNI AU. Wibawa Mukti itu dari slogan Kabupaten Bekasi sebelum ada kota: Swatantra Wibawa Mukti.”

“Berarti nanti warga bisa ngganti nama warisan Anies?”

“Kalo nyangkut nama orang biasanya susah, nggak cuma nama jalan tapi juga nama gedung pemerintah.”

¬ Gambar praolah: Okezone, Shutterstock

Penganten Ali

Jalan Irian, jalan kenangan