Bujangan begawan

Seni menikmati hidup pria lajang, kawin bukan prioritas kecuali kelak sudah ingin.

▒ Lama baca < 1 menit

Seni menikmati hidup pria lajang, kawin bukan prioritas kecuali kelak sudah ingin

Di teras rumah panggung yang terpencil, satu kilometer dari jalan raya di wilayah Kabupaten Bogor yang jauh dari Jakarta, Darmanto Ceklik mengulang apa yang pernah dia katakan kepada pasangan Kamso dan Kamsi, “Ya inilah tempat persembunyianku. Sebelum ada pandemi, cuma aku tempati akhir pekan. Setelah ada WFH ya sering di sini, pake tethering dari hape. Terpaksa masang penguat sinyal.”

Si Dar, demikian pasangan itu memanggil, tampak nyaman dengan kehidupannya. Dia bekerja sebagai orang keuangan, mulanya sejak muda indekos lalu menyewa paviliun di Kebayoran Baru, Jaksel, dianggap sebagai keluarga oleh pemilik rumah, namun akhirnya Dar membeli studio di apartemen supaya tak rikuh jika ada teman menginap.

Ketika Si Dar mengenang hal itu, Kamsi menyergah, “Lha iyalah, yang nginep cewek.” Mereka bertiga tertawa.

Lalu di atas lahan 300 meter persegi yang sudah lama dia beli di luar kota, Si Dar membangun rumah panggung berangka baja. Buku tak membuat sesak karena dia ketat membatasi jumlah. Begitu melebihi rak, buku lama dia hibahkan ke orang.

Ada pelbagai tanaman hias maupun sayur di pondok itu karena penunggu rumah merangkap tukang kebun, kadang dibantu tetangga.

“Nggak pernah ada yang datang ke sini?” tanya Kamsi.

“Ini wilayah pribadiku, Mbak. Di sini aku mengasingkan diri, menjauhi dunia, kayak begawan,” sahut Si Dar.

Dalam perjalanan pulang, Kamsi menanya Kamso kenapa Si Dar tak mau pondoknya diketahui orang.

“Demi privasi dan keamanan to ya,” sahut Kamso.

“Keamanan? Bukannya kalo malam ada penjaga khusus?”

“Kalo cewek tahu rumahnya entar ada yang ngebruk, wegah mulih. Kalo di apartemen dia di Jakarta kan cewek nggak bisa gitu. Security udah nyegah.”

“Enak ya jadi cowok lajang punya duit? Keren lagi. Usia udah lima puluh lebih masih merdeka. Entar kalo udah ngerasa saatnya nikah tinggal milih bini.”

“Bukan cuma cowok. Cewek juga bisa.”

“Huuuuu….”

¬ Gambar praolah: Shutterstock, Livingasean.com

Pria (dan perempuan) antikomitmen

Romansa tentu butuh, tanpa harus mempersuami lelaki

5 Comments

faridwong Rabu 15 Juni 2022 ~ 07.31 Reply

Lagu Koesplus “Bujangan” tak berlaku buwat si Dar, soalnya buwat doi “hati senang dan punya uang”, bukan “hati senang walaupun tak punya uang”😁

Pemilik Blog Rabu 15 Juni 2022 ~ 12.09 Reply

Nah, leres Ki Sanak. 🤣

junianto Minggu 12 Juni 2022 ~ 07.12 Reply

Waaaaaa, cewek ngebruk!

BTW, sugih tenan ya Si Dar itu. Punya apartemen hasil beli (bukan nyewa), punya tanah seluas 300 m2 yang ada rumah panggungnya, tentu punya mobil dll juga. Sungguh skoy! (meski nggak punya istri).

Pemilik Blog Minggu 12 Juni 2022 ~ 07.36 Reply

Kok “meski gak punya istri”?
Bagi orang lain bisa “justru karena nggak punya istri”. 😁
Itulah enaknya jadi lajang di kota besar, laki maupun perempuan.

Rezeki konsultan keuangan dan pajak itu bagus lho bahkan saat perekonomian nggak bagus.
Selain itu adalah pengacara kasus sengketa bisnis. Pengacara kondang yg jadi host di TV dan punya konten video di medsos itu meledak pas karena krismon: membela pengusaha yang ingin dinyatakan pailit.

Tinggalkan Balasan