Dua belas tahun silam, saat saya memosting ini, media sosial sudah mewarnai kehidupan masyarakat, namun penetrasi smartphone belum merata apalagi menghunjam dan merasuk. Maka media cetak bernama koran masih bisa hidup.
Ada rubrik di Sentana berisi posting warga. Isinya mirip iklan, atas nama perkenalan. Ya, mirip kontak jodoh. Aneh juga, sebagian nomor telepon bukan nomor ponsel tetapi nomor telepon kabel. Apakah itu nomor agensi pertemanan, serupa nomor Jakarta berkepala 2, biasanya di Kota, yang ternyata telepon “mami” dan “papi” yang beriklan di koran dan beredar forum daring? Tentu tak semua maupun setiap nomor telepon kabel dalam iklan khusus zaman dulu adalah nomor agensi.
Saya tak tahu apakah pembaca Sentana termasuk segmen layanan mami dan papi; maksud saya apakah sama dengan pembaca iklan baris yang pernah mewarnai classified ads layanan khusus di The Jakarta Post dulu? Bukan soal beda bahasa, Indonesia versus Inggris, tetapi juga tarif.
8 Comments
Royal dulu setahu saya ya boros, suka traktir orang.
Emang sih ada istilah, maaf, “randha royal”, bahkan jadi nama penganan selain “randha kemul”
Saat saya anak-anak pengertian royal ini dalam bahasa Jawa kok kesannya bisa negatif, semacam “jajan”. Bukan hanya berlebihan (dalam hal uang, misalnya).
Royal dulu setahu saya ya boros, suka traktir orang.
Emang sih ada istilah, maaf, “randha royal”, bahkan jadi nama penganan selain “randha kemul”
dua arsip artikel ini menunjukkan ada juga kesan/arti negatif royal spt yang saya maksud, Paman. Seneng nglakoni maksiyat.😁 Selain pengertian boros dan semacamnya itu.
http://pds-artikel.blogspot.com/2015/11/royal.html?m=1
https://jv.wiktionary.org/wiki/royal
😁👍🍎
Seingat saya zaman Monitor berjaya, Mas Wendo sering mengajak anak-anak buahnya royal dalam arti makan enak bareng-bareng.
Dia memelesetkan royal yang, oleh sebagian orang Solo, dimaknai sebagai “jajan”.
Sementara jajan juga punya konotasi lain bagi sebagian pria 🙊🙈
Lha nggih niku, makanya pakai tanda kutip 😁 “jajan”.