↻ Lama baca 2 menit ↬

Prosesi di Bali dengan arak-arakan — arti kata prosesi

Asalkan menjadi bagian dari serangkaian ritual, maka ada tahap yang disebut prosesi. Media menyukai istilah itu. Sungkeman dan siraman dalam adat pernikahan Jawa, tanpa arak-arakan, juga disebut prosesi. Pemandu acara pun bilang begitu.

Kalau rombongan pengantin sunat, dalam iring-iringan di jalan kampung, untuk mendampingi tandu atau kuda anak laki-laki yang dikhitan? Itu jelas prosesi.

Menarik lho belajar bahasa dari media dan orang media. Prinsip umum, “yang penting kita dan pembaca sama-sama ngerti maksudnya”, berlaku umum. Kadang ada tambahan bumbu kilah, “Pembaca nggak ada yang protes kan?” Oh, baiklah.

Arti kata prosesi adalah arak-arakan

Seorang editor media daring pernah bilang, “Kita (maksudnya kami) bikin media bukan buat Badan Bahasa, dan nggak ada ambisi dipuji sebagai media dengan bahasa terbaik. Lebih penting trafik dan update nggak basi.”

Benar juga. Tuturan bagus dan tertib dalam berbahasa tetapi tak ada yang membaca, apalah artinya. Trafik tinggi, viral pula, itu baru newsy.

Seorang pebisnis media — dulu di cetak, kemudian ke daring —pernah bilang, jika ditanya keinginan tentu dirinya ingin media yang bahasanya bagus dan sekaligus laku.

Prosesi di Bali dengan arak-arakan

Kalau harus memilih? “Yang laku dulu dong. Soal bahasa bisa diberesin entar,” katanya.

Sip, ada prioritas. Tetapi setelah menurut ukuran saya medianya laku, soal bahasa masih entar — bahkan masih ada kata “dimana”. Entah apa jadinya kalau medianya tak laku.

Lalu apa masalahnya? Tak semua guru, tak hanya guru bahasa Indonesia, peduli dengan ejaan dan tata bahasa. Saya pernah melihat skripsi yang sudah terujikan, dan si penulis sudah diwisuda sarjana, berisi tuturan acakadut. Saya membayangkan kepedulian bahasa dosen pembimbingnya. Mungkin sang dosen dulu sejak SD diajar oleh guru yang merdeka dalam berbahasa.

Guru adalah bagian dari masyarakat. Mereka sejak kecil menyerap bahasa dari pergaulan, bacaan serta dengaran dari media. Karena sebagian orang media lawas berprinsip “kami tidak membuat media untuk Jus Badudu”, pembaca pun ikut merdeka penuh dalam berbahasa Indonesia — namun malu jika salah dalam berbahasa Inggris; artinya tidak merdeka.

Baiklah, yang penting sama-sama paham. Lagi pula media punya peran wigati dalam memperkaya bahasa, termasuk bahasa asing yang tak berlaku di negeri asal.

Misalnya? Organisasi “underbouw” yang tak ada dalam bahasa Inggris, karena kata “onderbouw” kita serap dari bahasa Belanda, dan sudah menjadi lema dalam KBBI.

Ada pula “wearpack” untuk menyebut pakaian terusan celana dan baju kerja (worksuit, boilersuit, one-piece work garment, work cloth, coverall, work wear) — sering dipakai untuk konten otomotif. Dari mana sumber kekacauan? Bahasa Belanda: werkpak. Werk itu kerja. Pak itu setelan pakaian. Montir dan bengkel menyerapnya.

Kalau overall? Lapak daring di lokapasar menyebutnya celana monyet dan celana kodok.

Blog ini juga belum tertib dalam berbahasa. Namun saya berusaha belajar.

¬ Gambar utama: Beritagar.id