Infografik buat koran dan ponsel itu berbeda

Bagi pembaca media daring gratisan, keribetan live data streaming itu bukan urusan mereka. Betul, Pak.

โ–’ Lama baca < 1 menit

Beberapa teman saya mengeluh karena sering mendapatkan tangkapan layar infografik dari e-paper, malah kadang tak jelas dari media apa. “Harus kita puter lalu kita zoom,” kata salah satu kawan.

Yah, begitulah. Mereka, dari generasi sebaya saya, seperti tak mau tahu bahwa umumnya infografik untuk koran dan majalah itu berasio horizontal. Cara membaca infografik pun, kalau langsung dari aplikasi ponsel, harus telaten zooming.

Mereka maunya ada infografik yang adaptif dengan rasio layar ponsel.

Nah, ini konsumen media yang maju. Tetapi akan merepotkan kalau pekerja media harus membuat dua versi gambar โ€” kalau juragan media maunya begitu, tanpa menambah sumber daya. Apalagi jika desainer harus ketat memperhitungkan rasio cropping otomatis setiap platform media sosial sehingga bagian tengah harus aman.

Maka dulu ada desainer yang membuat judul dalam infografik berasio vertikal di bagian tengah. Padahal itu bukan semata urusan layout tetapi menyusun alur cerita secara visual.

Infografik vertikal? Ya, untuk media daring yang lebih dari 90 persen diakses dari web ponsel akan lebih sip kalau gambarnya tegak, bukan tidur. Bujur sangkar 1:1 masih okelah. Hindari format panoramik 9:16 kecuali interaktif, bukan gambar diam.

Apa? Interaktif? Ya. Bukan gambar mati. Itupun sebaiknya adaptif dengan layar vertikal. Tetapi obrolan ngopi bukber itu malah berbuah gugatan. Misalnya, “Kenapa untuk nggak semua media online pake yang sampean sebut buat laporan arus mudik? Maksudku media yang pada gratis itu!”

Saya memilih memesan tambahan teh lemon hangat dan mengambil kudapan ketimbang membahas live data streaming.

Bukan karena sok khatam media, tetapi karena saya tidak paham selain sedikit agak tahu bahwa itu ribet, butuh kerja tim, bukan cuma urusan penulis.

“Lha ya kerja timlah, infografik saja hasil kerja tim. Tapi kalau juragan media pada mau yang apa itu tadi, live streaming visual pake interaktif, kan? Asal nggak nambah resources?” tanya seorang kawan yang sejak awal antusias membahas media daring gratisan harus begini dan begitu, pokoknya bikin pembaca hepi.

Saya tersedak karena menahan tawa bercampur haru. Teh lemon tanpa gula berubah sangat getir rasanya.

Media berita daring harus gratis?

6 Comments

Zam Sabtu 30 April 2022 ~ 15.20 Reply

jadi ingat meme, kalo yang mampunya bayar murah mintanya ina-inu.. tapi yang bayar mahal malah jarang protes..

Pemilik Blog Sabtu 30 April 2022 ~ 15.24 Reply

Waduh mosok to ๐Ÿคฃ

junianto Rabu 27 April 2022 ~ 13.46 Reply

Maunya gratisan, tapi kakehan ngeluh.๐Ÿ˜

Pemilik Blog Rabu 27 April 2022 ~ 16.03 Reply

Wajar dong. Cuma bagaimana media gratisan bersedia menentukan? Seperti saya bilang, kalo juragan media mau.
Nggak nambah trafik pun mungkin bersedia, asalkan gak nambah sumber daya, dari SDM sampai biaya peranti lunak dan layanan platform berbayar. ๐Ÿ™ˆ๐Ÿ™Š

junianto Rabu 27 April 2022 ~ 18.28 Reply

intinya gak nambah beaya operasional sama sekali (gratis juga ini ๐Ÿ˜). Lha kasihan dong para pekerjanya.๐Ÿ™ˆ

Antyoยฎ Jumat 29 April 2022 ~ 08.25

Kalo petani, ini namanya intensifikasi. Gak usah menambah luasan sawah.

Tinggalkan Balasan