Artefak berupa stiker PPN untuk kaset dan CD

Stiker lunas PPN adalah artefak pendamping kaset dan CD. Sudah dihapus pada 2015.

▒ Lama baca < 1 menit

Stiker lunas PPN pada CD musik Benyamin, Indra Lesmana, dan Chrisye

Kemarin saat memotret set boks CD rock ballads saya jadi teringat satu hal: stiker lunas pajak pertambahan nilai (PPN). Sepintas stiker ini mirip pita banderol bungkus rokok. Bedanya, banderol rokok itu adalah cukai, bukan pajak, yaitu pungutan terhadap konsumsi barang yang perlu dikontrol, misalnya produk tembakau dan minuman beralkohol.

Stiker lunas PPN untuk kaset dan CD musik, kemudian VCD dan DVD video, muncul pada 1988 setelah Indonesia ikut konvensi hak cipta. Sebelumnya, para perekam lagu asing adalah pembajak. Merek kasetnya bisa Aquarius, Yess, AR, King’s, Saturn, Hin’s, Billboard, Prambors, Team Records, dan seterusnya.

Mereka bisa merekam album maupun kompilasi artis luar sesukanya. Beda merek bisa menerbitkan album yang sama, setidaknya pada sisi A kaset. Sisi B bisa diisi grup lain atau kompilasi.

Kaset C-60 itu bolak-balik 60 menit. Merek kaset (bukan merek perekam) yang top misalnya Maxell, BASF, dan TDK — kalau Sony, Scotch 3M, Agfa, dan Philips tak pernah dipakai di Indonesia. Kaset yang diisi satu album, dari mengopi piringan hitam maupun CD, selalu menyisakan ruang. Sisa itu oleh perekam diisi bonus.

Setelah era pembajakan tamat, dan kaset musisi luar menjadi produk resmi, durasi kaset tak harus 60 menit — hal serupa terjadi pada kaset musik dalam negeri yang juga berstiker PPN. Saya membayangkan, duplikator kaset legal lebih canggih. Era awal kaset bajakan, kabarnya, masih menggunakan banyak tape deck untuk menggandakan lagu, sampai kemudian ada duplikator berkecepatan tinggi.

Stiker lunas PPN pada CD musik Universal Music Indonesia

Kembali ke stiker tanda lunas PPN, pemerintah sudah menghapuskannya pada 2015 (¬ Bisnis.com).

Jadi, kalau Anda punya kaset atau CD lama, dan masih ada stiker PPN, berarti Anda menyimpan artefak. Benda bersejarah, wakil dari sebuah era, dalam industri musik di Indonesia.

Saya kira buku, ternyata cakram lagu

Yang Bertahan dalam Bisnis CD

Menjawab Pasar: Aquarius PI pun Tutup

Sandyakalaning Physical Format

Masih Ada Toko Kaset dan CD di Pondokgede

Toko CD Mati Ikut Meratapi, Emang Pada Suka Beli?

Tinggal Berapa Toko?

Masih ada perpustakaan musik bernama Duta Suara

MusikPlus Berbagi dengan Mbok Giyem

Masih Menarikkah CD Musik?

Beli Rokok Berbonus CD

Opeth: Heritage Dua Versi

Selamat Tinggal Toko Kucing dalam Keping

Mencari Sampul Rekaman yang Apik

5 Comments

junianto Selasa 19 April 2022 ~ 17.52 Reply

Bersaing dengan Aquarius, Atlantic Records dll yang gede, di Solo kala itu ada As Recods (atau AS Records, saya lupa).

Pembajak kecil itu punya toko kaset yang dilengkapi banyak tape deck untuk konsumen yang ingin mendengarkan suara kaset yang hendak dibeli. Satu-satunya di Solo, dan saya merasa keren bila ke toko tersebut kala itu.

Pemilik Blog Selasa 19 April 2022 ~ 18.12 Reply

Oh di jalan apa itu, Lik Jun?

junianto Selasa 19 April 2022 ~ 18.58 Reply

Jl Sugiyopranoto, sebelah timur Pura Mangkunegaran, dan sebelah barat (sangat dekat) Kusuma Sahid Prince Hotel (KSPH).

Mungkin Mas Zam pernah tahu juga. Atau mungkin tidak😁 Tergantung usia.

Saat itu kayaknya saya belum berkuliah, sebelum 1982, kalau ke sana dengan kakak lanang.

Pemilik Blog Rabu 20 April 2022 ~ 11.36

Kata teman yang wong Solo, nama si pemilik Widyo, teman SMA dia

Tinggalkan Balasan