Matek Maling nama dusun di Desa Ganti, Praya Timur, Lombok Timur itu. Dari sana, dini hari Ahad 10 April lalu, seorang petani bernama Murtede alis Amaq Sinta (34) pergi bersepeda motor ke rumah sakit untuk menunggui ibunya. Tetapi empat begal mengikuti lalu menghentikan dan menyerangnya di Dusun Babila, antara lain dengan pedang. Amaq melawan dengan pisau 30 senti. Dua penyamun tewas, sisanya kabur.
Lalu Amaq pun mejadi tersangka, diterungku di Polsek Praya Timur, kemudian masyarakat heboh, lantas polisi menangguhkan penahanan, sampai akhirnya Polda NTB menghentikan penyidikan dan membebaskan Amaq dari status tersangka karena tak terbukti melawan hukum (Sabtu, 16/4/2022). Kapolri pun sudah membuat pedoman, Peraturan Kapolri No. 6/2019, untuk menyetop penyidikan dalam kasus warga membela diri dari serangan penjahat.
Memang, menjadi tersangka dan kemudian terdakwa belum tentu menjadi terpidana. Hakim bisa memvonis bebas. Namun penetapan tersangka diikuti penahanan dalam kasus Amaq sudah mengusik rasa perikeadilan. Misalnya kelak hakim memidanakan dia dan Amaq lain jadilah peradilan sesat.
Tentang Matek Maling, artinya membunuh pencuri, Amaq mengisahkan hikayat, di dusun itu dulu pernah terjadi perkelahian antarmaling, mati semua.
6 Comments
kalo misal tidak viral, sepertinya tidak berujung menggembirakan.. jadi ingat dengan kasus serupa di Bekasi..
Sisi bagus medsos di situ meski kadang diabaikan seperti kasus Meliana di Tanjung Balai.
Kalo yang Bekasi, suami memperkarakan istri kan ya? Lah dia suka main, mabuk, gitu. Payah.
Kabar gembira untuk banyak orang — kecuali para begal.😁
Mereka itu terlalu. Tanpa mengancam dulu untuk kasih opsi tapi langsung menyerang untuk mempersingkat waktu.
Waktu sepeda saya msh baru ada orang yang ingetin jangan bersepeda malam lewat tempat sepi, siapa tahu ada begal mengira itu sepeda mahal
Alhamdulillah dia bebas.
Ya 🙏🌺