Warung di rumah tinggal lekas tamat. Warung di kios sewaan lebih panjang umumya. Kenapa?
↻ Lama baca < 1 menit ↬

CH di Chandra Baru, Jatirahayu, Pondokmelati, Bekasi

Selama pandemi Covid-19 saya melihat ada saja warung atau toko baru. Ada yang menjual makanan, biasanya menyatu dengan rumah dan mengutamakan baper (bawa pergi, take away) termasuk dengan Gofood dan sejenisnya, dan ada pula kios kelontong dan pracangan.

Di lingkungan saya, dalam kompleks, ada toko baru, menjual kelontong, bumbu, galon air, dan BBM, namanya Hamdalah Madura, kira-kira buka lima bulan lalu, sebelum kios telur. Adapun yang lebih baru, di lokasi berbeda, adalah kios sapu dan bengkel perabot kayu.

Di sebelahnya ada warung nasi padang. Setahu saya ini belum ada setahun buka. Keduanya memanfaatkan kios sewaan yang tak merangkap tempat tinggal.

CH di Chandra Baru, Jatirahayu, Pondokmelati, Bekasi

Warung dalam kompleks biasanya ada saja yang kemudian tutup selamanya. Saya amati sepintas, warung dan kios yang cepat tamat itu biasanya menyatu dengan rumah pemiliknya. Mungkin niatnya memang untuk sambilan. Berbeda dari warung dan kios lain yang harus punya modal, selain niat, untuk menyewa ruang setidaknya setahun.

Dari daster ke telur

Di lingkungan Anda ada berapa penjual sapu?

Tukang perabot lembur hingga malam

7 thoughts on “Warung-warung baru selama pandemi

  1. ortu saya juga sempat buka toko kelontong begini di rumah, buat sambilan.. tapi ya namanya sambilan, ujung-ujungnya ya tutup. maklum waktu itu bapak saya sedang cari kegiatan setelah pensiun. kini kegiatan beliau lain lagi, sering nukang rumah sendiri..

  2. Di lingkungan saya sejak lama ada hanya dua toko kecil menjual sembako. Sempat ada tambahan satu toko roti kering, berwadah, dan es krim. Rotinya tidak laku karena warga setempat bukan pasarnya, pun lokasi bukan tempat cocok bagi warga luar. Hanya es krimnya yang laku dibeli anak-anak setempat.

    Toko roti itu kemudian tutup, digantikan toko busana. Tetap tidak laku, dan akhirnya tutup juga. O ya, lokasinya menyatu dengan sebuah rumah bagus dan baru.

      1. Memulai dari menjual es plastikan produksi kulkas (freezernya) di rumah setelah lulus SMA, kulakan Fanta dll botol besar kemudian diplastiki dan dijual dingin (dalam kulkas), membuka warung makan sendirian di teras rumah, tanpa pembantu, yang harga menu-menunya murah agar laku dibeli warga sekitar (belum ada sedia menu selat solo), mulai berjualan selat solo dll, akhirnya menjadi kedai besar, pernah punya total 35 pekerja tetap dan pocokan….

        Pernah dijahati seorang kasirnya yang menilap total entah berapa rupiah, yang pasti perempuan itu akhirnya mengembalikan setengah miliar rupiah.

        Sejak jauh sebelum pandemi saya ingin menulis buku tentang kisah kesuksesannya — termasuk hal-hal yang menyertai yang banyak orang tidak tahu — tetapi sampai hari ini hanya jadi keinginan yang tak saya eksekusi.😕

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *