Tak pernah jelas alasannya kenapa gerobak penjual putu juga berisi klepon. Apakah bukan sebaliknya? Tidak. Bunyi peluit gerobaknya serupa putu pikulan zaman dulu, diembus oleh uap kaleng air pengukus. Kalau penanda penjual klepon saya tidak tahu.
Tadi sore sebuah keluarga memanggil penjual putu lewat. Sudah beberapa hari menunggu namun baru berjodoh tadi. Si bungsu keluarga itu, sudah bekerja, belum pernah merasakan putu, lalu tergoda mencicipi setelah melihatnya di media sosial.
Harga sepuluh lonjor putu maupun sepuluh butir klepon sama: Rp10.000. Si bungsu mengamati bagaimanakah putu dibuat oleh penjual.
Kalau si sulung sih tahu rasa putu karena waktu dia kecil ladang dibelikan ibunya, juga dari penjaja yang lewat pada sore hari.
Jangan-jangan keluhan sebagian generasi tua benar, anak-anak mereka kurang mengenal penganan tradisional dan kurang doyan buah lokal, dari manggis, duwet, sirsak, sampai jambu air. Kalau sudah berupa jus ada kemungkinan doyan, misalnya jus belimbing dan jus jambu.
Entah di mana salahnya.
4 Comments
kayanya cuma di Jakarta-Bekasi yang jual putu dan klepon ya, paman?
dan harganya kok tidak berubah sejak saya terakhir beli sekitar 3 tahun lalu
Iya kayaknya gitu, hanya di Jabek. Soal harga masa sih gak berubah?
Di lingkungan saya pun ada penjual putu, tanpa klepon, berkeliling pagi menjelang siang.
Pengin bikin kontennya, sudah ngobrol sebentar, tapi lupa motret 🙈 dan sampai sekarang, sudah sekitar 10 hari, sang penjual belum njedhul lagi di depan rumah saya.
O ya salam untuk keluarga yang tadi sore memanggil penjual putu lewat, Paman.
Kalo saya lbh sering sudah motret lupa mau cerita apa. Ketimbang gambar memenuhi hape ya saya hapus saja. Itu jeleknya motret impulsif 🙈