Justru di era layar digital dan media sosial perlu seremoni sekaligus ritual baca buku kertas supaya penularan semangat baca lebih viral.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Gerak'an membaca secara demonstratif di trotoar

“Pak, gerak’an gemar baca buku itu bagus kan, ya?” tanya Mardi Pompa.

“Lha yes no. Harus kita dukung. Kalo perlu kita sumbangan buku kita untuk perpustakaan yang dikelola relawan,” jawab Kamso.

“Tapi bacanya bareng-bareng di ruang publik, Pak?”

“Lha ya bagus. Supaya kegemaran lawas ini menular. Dengan buku kertas, bukan hape bukan tablet bukan Kindle, efeknya beda. Kalo pake hape entar dikira baca WA panjang-panjang.”

“Tapi buku yang dibaca kerumunan itu sama. Ada yang bersuara pula…”

“Lha ya bagus to, Lé. Itu bukti mereka udah mencerna yang mereka baca.”

“Tapi kalo klub baca itu yang dibaca biasanya beda-beda. Untuk anak-anak pakai acara baca bareng sesuai jadwal buka perpus atau kedatangan perpus keliling. Kalo orang dewasa, pada baca diem, baca buku yang sama di tempat kepisah, lalu setelah itu baru diskusi isi buku.”

“Itu cara kuno! Justru di era layar digital dan media sosial perlu seremoni sekaligus ritual baca buku kertas supaya penularan semangat baca lebih viral.”

“Kalo udah nular terus piyé, Pak?”

“Lha kan kelompok lain beda minat, beda bacaan, juga ikutan. Misalnya tadi yang baca awal itu komunitas buku resep mangut karangan Mbok Pawon, lalu datang komunitas buku reparasi radio karya Pak Tomo. Kan asyik tuh.”

“Bisa gesekan to, Pak! Bahaya!”

“Hussss… Ngawur kamu! Itu bukan geng motor, yang kalo satu lagi nongkrong lalu dateng geng lain lantas tawuran. Beda, Lé. Bedaaaaa… Pecinta buku tuh biasanya cinta damai.”

¬ Gambar praolah: Shutterstock

5 thoughts on “Gerak’an membaca secara demonstratif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *