Rezeki selalu ada, tapi kadang kita lupa bersyukur. Kita hanya ingat meminta dan berharap.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Bakwan jagung panas dari tetangga

Tadi Mama Uti, panggilan seorang cucu untuk omanya, mengembalikan piring kecil berisi bakwan jagung panas. Enak. Terima kasih.

Saat saya menulis ini, ibu yang tadi memberikan tempe kotak dan tempe wungkus menyusulkan sayur lodeh terong. Dia terburu-buru, hanya menaruh di keranjang paket, karena harus kembali ke dapur, meneruskan memasak, dan berpesan, “Ini Oom. Tadi Tante saya WA nggak dibuka.”

Misalnya istri saya sudah membaca WhatsApp, dia bisa menugasi saya untuk menjemput lodeh kesukaannya.

Rezeki. Selalu ada. Namun kita kadang hanya terkesan pada yang besar dan bernilai rupiah tinggi. Padahal boleh memetik daun jeruk tetangga itu juga rezeki. Tuhan selalu memberi padahal kita sering malu meminta.

Saya selalu teringat nasihat seorang agnostik yang menganggarkan agama tidak penting: jangan pernah nyenyuwun, ucapan pertama dalam doa sebaiknya matur nuwun marang Gusti.

2 thoughts on “Bakwan pagi, rezeki tak pernah berhenti

  1. Saya orang beragama, dan kalimat pertama dalam doa saya selalu ucapan terimakasih, matur nuwun marang gusti, sudah itu nyenyuwun ttg berbagai hal — termasuk rezeki yang cukup, dan bila mungkin berlimpah.

    Saya ikut senang Paman dan keluarga berlimpah rezeki pagi ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *