Tadi Mama Uti, panggilan seorang cucu untuk omanya, mengembalikan piring kecil berisi bakwan jagung panas. Enak. Terima kasih.
Saat saya menulis ini, ibu yang tadi memberikan tempe kotak dan tempe wungkus menyusulkan sayur lodeh terong. Dia terburu-buru, hanya menaruh di keranjang paket, karena harus kembali ke dapur, meneruskan memasak, dan berpesan, “Ini Oom. Tadi Tante saya WA nggak dibuka.”
Misalnya istri saya sudah membaca WhatsApp, dia bisa menugasi saya untuk menjemput lodeh kesukaannya.
Rezeki. Selalu ada. Namun kita kadang hanya terkesan pada yang besar dan bernilai rupiah tinggi. Padahal boleh memetik daun jeruk tetangga itu juga rezeki. Tuhan selalu memberi padahal kita sering malu meminta.
Saya selalu teringat nasihat seorang agnostik yang menganggarkan agama tidak penting: jangan pernah nyenyuwun, ucapan pertama dalam doa sebaiknya matur nuwun marang Gusti.
2 Comments
Saya orang beragama, dan kalimat pertama dalam doa saya selalu ucapan terimakasih, matur nuwun marang gusti, sudah itu nyenyuwun ttg berbagai hal — termasuk rezeki yang cukup, dan bila mungkin berlimpah.
Saya ikut senang Paman dan keluarga berlimpah rezeki pagi ini.
Suwun 🙏🍎💌