↻ Lama baca < 1 menit ↬

Nasib kotak surat: sejak awal kurang berfungsi

Nasib kotak surat yang tertanam di tembok pagar sebuah rumah ini tak beda dari barang yang sama di rumah-rumah lain: menganggur. Tak berguna.

Sesuai namanya, kotak surat untuk menampung surat — pun kartu ucapan hari raya dan koran. Ketiganya sudah digantikan oleh konten ponsel. Adapun pengenyah awal kartu ucapan hari raya, saya menduga, adalah SMS lintas operator, yang mulai beroperasi 2001.

Pada masa jaya koran cetak tak semua rumah berlangganan koran. Apalagi kini ketika berita, termasuk e-paper, bisa dibaca di ponsel. Kotak surat pun kesepian.

Karena selama dua tahun pandemi ini saya jarang pergi, saya tak tahu apakah di Jakarta masih ada penjual kotak surat berbahan kaleng di pinggir jalan, seperti halnya orang jual whiteboard kecil dan kerai. Oh, tapi sebelum pandemi pun saya tak melihat penjual kotak surat. Eh nanti dulu, boleh jadi mereka enyah karena dihalau satpol PP.

Kotak surat masih dijual di lapak online

Meskipun demikian, jika Anda berminat, di lokapasar masih ada lapak penjual kotak surat. Kunci kombinasi pun ada.

Kotak surat masih dijual di lapak online

Tetapi satu ada hal menarik: makin jarang rumah, terutama bangunan baru, yang memasang kotak surat — apalagi kalau ada pos satpam. Internet telah menyingkirkan benda ini sekaligus mengabadikannya sebagai istilah: mailbox atawa kotak surat.

Saat yang sama, ketika kotak surat berangsur lenyap, kiriman belanjaan daring yang tipis, dan juga koran serta majalah, telah menemukan wadah baru. Apa? Keranjang paket di gerbang-gerbang rumah yang muncul selama pandemi.

Itulah cerita di Indonesia karena beberapa orang yang mukim di luar negeri bilang di rumahnya dan apartemen masih ada kotak surat. Oh iya ya, istilah junk mail di internet juga meniru nasib kotak surat fisik.

Keranjang paket selama pandemi menjadi kotak surat, koran, dan majalah