Materi reklame yang saya duga tak bayar pajak adalah stiker sedot WC, seberapa pun ukurannya. Penempelannya pun sesuka hati orang yang ditugasi, termasuk di properti orang. Misalnya talang kios fotokopi ini. Selalu ada yang baru. Desain mirip semua. Cuma nomor telepon yang berbeda.
Dulu saya pernah menelepon nomor pemasang stiker, apakah boleh saya menempel stiker apa saja di rumah dia. Dia jawab, “Silakan aja kalo berani.” Dia bilang cari makan. Saya mengiakan, silakan saja cari makan dari tinja, tapi anak buah dia yang menempel stiker di rumah saya akan saya tempeli stiker yang dia bawa di jidatnya. Supaya stiker menempel kuat akan saya paku.
Dia marah-marah, mengancam, dan menantang saya. Lha apa coba salah saya? Menempelkan stiker di jidat anak buahnya adalah satu hal, dan memaku stiker di tembok atau kayu adalah hal lain. Dia malas belajar bahasa.
Yeah, waktu itu saya merasa masih muda, sesekali kesabaran terkikis. Padahal lain waktu berikutnya saya menelpon jasa sedot WC karena membutuhkan layanan. Sudah beberapa kali. Dari mana saya dapat nomor kontak? Ya dari stiker.
Salah satu bisnis yang dibenci tapi dibutuhkan ya sedot WC ini. Bukan layanannya tapi cara promosinya.
3 Comments
Sdh lama, berbulan-bulan, saya tak melihat lagi ada iklan kayak gini ditempel di tiang listrik di luar pojok rumah saya.
BTW saya belum pernah pakai jasa sedot WC. Andai pakai, sy akan manfaatkan jasa sedot WC dari kantor PDAM Solo yang, katanya, lebih bagus dari lain-lainnya.
Oh PDAM Tirta Amarta juga punya layanan itu? Bagus