Ada yang menanya saya soal desain nomor rumah. Jawaban saya gampang: mudah terlihat dan dibaca.
Soal estetika, itu menyangkut selera, rujukan, dan duit. Banyak contoh nomor rumah di internet. Di Pinterest berlimpah. Di lapak lokapasar juga, tinggal pilih desain dan memesan. Mau lebih praktis? Datangilah kios pembuatan pelat nomor kendaraan.
Mau mendesain sendiri? Mudah, misalnya pakai stiker potong (cutting sticker), sebaiknya pakai bahan reflektif macam Scotchlite™, lalu media tempelnya tinggal memilih eh memesan atau bikin sendiri, dari kayu, logam, atau plastik.
Nah, nomor rumah berusia enam belas tahun di Bekasi, Jabar, ini kata orang artistik, sudah dua kali ganti stiker karena mengecat ulang pelat logam, tapi ternyata tidak tepat. Kenapa?
Pertama: dia gantung nomor di pilar gerbang, lebih tinggi daripada atap mobil parkir. Kedua: posisi gerbang, dari arah jalan, adalah di belakang got, sehingga tampak mundur, tak mudah terlihat dari jauh karena tertutup pagar orang lain melangkahi got.
Akibatnya kurir, tukang ojek, sopir taksi, sopir Gocar dan Grab, serta pencari alamat tak melihat karena mata cenderung melihat yang setinggi pandang dan tampak dari kejauhan.
Solusinya? Pemilik rumah memesan nomor di tukang pelat nomor motor, dia tempel di pintu carport. Kurang estetis tapi efektif.
5 Comments
penomoran rumah di Indonesia ini ajaib.. kadang urut, tapi lebih sering tidak.. minimal kalo urut kan bisa dicari dengan referensi rumah sebelumnya..
Banyak terjadi di jalan yang panjang dengan pertumbuhan organik, tanpa perencanaan
Nah, apakah nomor rumah berusia 16 tahun dalam konten ini, sama dengan yang ada dalam konten https://blogombal.com/2021/10/22/nomor-rumah-di-tanjakan-tangga/ (alinea dua dst)?
Pemiliknya memang efektif meski kurang estetis. 🏃
Anggap saja berbeda 😇
Nggih, siyap.😂