“Di usiaku sekarang aku kadung nyaman single, kelamaan mandiri, apapun aku putuskan sendiri, lakukan sendiri, nikmati sendiri. Punya suami berarti harus belajar berbagi, dari peran sampai rezeki.”
Kata-kata Intan Pariwara, bukan penerbit buku pelajaran, lima tahun lalu terngiang lagi saat pagi hangat dia berteleponan dengan Kamso.
Dengan kalimat berbeda, Kamso sudah mendengar dari Pucuk Melati, Siti Prenjak, Nona Cattleya, Kuntum Mekar, Tetes Embun, dan nama-nama lain. Para perempuan lajang matang.
Pagi itu Intan mengoleskan highlighter jambon fluorescent Schwan Stabilo Boss dalam tuturan: aku sudah bahagia dengan kelajanganku.
Mereka perempuan yang nyaman dengan keadaan dirinya. Jika pun keluarga tak nyaman itu bukan beban bagi mereka karena sebagai lajang mandiri mereka sudah punya sarang sendiri.
Kesendirian dan sepi terlalu lama mereka jalani sehingga akhirnya menjadi keseharian nan wajar. Lagi pula jika bicara tentang sepi, perempuan menikah juga mengalami padahal secara ragawi suami ada di rumah.
“Terlalu tua misalnya aku masih bisa punya anak,” kata Intan. Ada risiko medis karena kelahiran pertama saat si ibu sudah merambat usia atas. Juga kasihan si anak, takkan terdampingi lama karena usia ibu dan ayah kian menggapai senja.
Lajang tanpa anak memberi kesempatan lebih kepada mereka untuk membantu anak lain, keluarga lain, dan aneka bidang kepedulian untuk merawat kehidupan bersama.
Mereka bukan tak butuh lelaki. Sensasi debar hati tetap mereka nikmati. Romansa adalah bumbu kehidupan tanpa harus terjebak dalam sangkar semu pengungkung keleluasaan.
Intan meledakkan tawa saat mengingatkan Kamso, “Pasti Mas mau ngulang omongan dulu, Mas. Itu yang bikin Pucuk dan Nona juga ketawa terus.” Soal apa?
“Getar hati. Vibrasi emosi. Hasrat dalam sepi. Dan alat pengantar vibrasi, untuk pelega diri. Hasil industri maupun yang alami. Aku masih ingatlah diksi Mas Kam. Hihihihi…”
Begitu ringan. Begitu lepas. Di antara sahabat, sesama orang dewasa, banyak hal menjadi percakapan biasa.
ยฌ Gambar praolah: Shutterstock
4 Comments
Waduh, percakapan orang biasa, saya nggak mudheng ini. Karena (tangan) saya belum geduk kuping, alias masih belia….
Baiklah. Saya percaya.
Yang penting tansah รฉling lan waspada. รling terhadap yang di luar rumah, waspada terhadap…
๐๐
iya, eling lan waspada versi Pierre Gentho ini to?
https://blogombal.com/2021/12/30/starbucks-rasa-kapal-api-atau-sebaliknya/
#komen pertama, percakapan orang biasa, mestinya orang dewasa๐
๐๐๐