Saya menghubung-hubungkan dua hal pagi ini: kertas bungkus tempe dan dan berita utama Kompas. Tempe piramidal ceper dibalut sobekan buku pelajaran, tentang telur ayam. Berita Kompas mengangkat* kenaikan harga kebutuhan pokok, membandingkan Desember 2020 dan 2021.
Harga tempe wungkus, bukan tempe potong, hari ini Rp6.000 sejinah atau per sepuluh potong. Untuk kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok sila lihat infografik.
Lalu apanya yang menarik? Kompas tak mengutip ibu rumah tangga dan pemilik warteg. Kaveling beritanya terbatas, kalaupun akan muncul nanti dalam tajuk lain.
Mengutip keluhan ibu rumah tangga dan pemilik warung makan (biasanya pria) perihal kenaikan harga komponen sembako adalah pakem semua media. Keluhan ibu rumah tangga dan juragan warteg adalah representasi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Bapak rumah tangga jarang menjadi narasumber, sementara si jurnalis, jika dia bapak rumah tangga, tak mungkin mengutip diri sendiri.
*) Tak ada yang janggal dengan istilah “mengangkat” maupun “menaikkan” berita. Yang ganjil itu istilah “menurunkan berita” padahal termuat. Berita datang dari langit? Dewan Pers juga pernah tiga kali menggunakan istilah “menurunkan berita” dalam sebuah dokumen.
7 Comments
Dahulu kala, seorang jurnalis kawan saya, jadi rasan-rasan tapi sekaligus bahan guyonan. Anggap saja dia bernama Kamso, beristri Kamsi.
Suatu saat dia merasa dipersulit mengurus KTP, dia tulis: Menurut Kamso, warga kampung Anu, pelayanan di kantor Kelurahan X tidak beres karena ketika mengurus KTP harus datang berkali-kali.
Kalimat selanjutnya: Warga lain, Kamsi, mengatakan hal senada. Kamsi mengeluh blah blah blah.
Sudah pernah Anda lakukan, Pak? Atau oleh tim peliput Anda barangkali?
🏃🙈
Belum pernah saya lakukan, dan bukan oleh tim saya😁
Itu terjadi tatkala saya masih jurnalis anyaran, “oknum” pelakunya jurnalis senior di kota lain.
🙏👍
BTW ketika saya mewawancara sobat, karena sebagai narasumber mereka itu layak, saya menyatakan apakah bersedia saya wawancara, untuk saya sebut namanya dan saya kutip.
Jika wawancara saya lakukan via telepon, saya menyatakan wawancara itu saya rekam.
Bagi saya wawancara adalah wawancara, bukan “mau konfirmasi nih” ataupun “mau nanya nih”.
Ketika mengajar reporter baru saya tekankan proses kerja jurnalistik itu terbuka, masyarakat berhak mengontrol hasilnya. Itu bedanya jurnalis dan reserse.
sae👍 Paman.
Sesuai KEJ 🙏