Dapat THR Natal dan Lebaran, cuti tak hangus, dan kenaifan

Pengalaman layak dan wajar, pun manusiawi, di perusahaan lama bisa bikin terlena: menganggap semua kantor begitu.

▒ Lama baca < 1 menit

kecuali emblem utama karena akan meninggalkan ceruk kosong,

Saat ini adalah hari-hari karyawan Kristiani menerima THR Natal, malah ada yang sudah dapat pekan lalu. Nah, saya akan bercerita tentang kenaifan. Siapa yang naif? Saya.

Pekerjaan tetap pertama saya, sebagai pegawai bergaji bulanan, adalah di Jakarta. Lebaran maupun Natal selalu dapat THR. Karena saya tak pernah mempelajari UU Ketenagakerjaan, saya menganggap di semua dan setiap perusahaan begitu. Setelah lama bekerja saya baru tahu umumnya THR diberikan sekali.

Maka sungguh keterlaluan guyon tak tahu diri sejawat dulu ketika pemerintah menetapkan Imlek sebagai hari raya dan hari libur nasional, “Mestinya ada THR lagi.”

Dapat THR sekali saja di tempat kerja lain ada yang masih harap-harap cemas, lha kok ada yang berharap tiga kali. Zona nyaman memang bisa melenakan.

Selain THR, hal yang berbeda di tempat kerja pertama saya adalah cuti tak kenal hangus. Saya mengandaikan semua perusahaan media begitu, terutama untuk redaksi. Ternyata saya salah. Mungkin karena saya tak mencermati perjanjian kerja di kantor berikutnya.

Saya telat tahu. Langsung terjadi. Saya berhemat kuota cuti tahunan. Maka untuk liburan Nataru saya akan mengambil seluruh kuota cuti saya, misalnya cuti tahun ini, lalu saya sambung sebagian jatah cuti tahun depan. Ketika HRD mengabari bahwa cuti terlalu panjang, saya pun merevisi.

Sepulang liburan, Januari tahun depan, saya baru tahu cuti tahun sebelumnya tamat per 31 Desember. Adapun sisa kuota cuti hangus. Lalu untuk cuti sambungannya dicengklongkan dari kuota cuti tahun berikutnya. Artinya saya dua kali rugi. Cuti hangus di akhir tahun lama dan sekaligus terkikis di awal tahun setelahnya.

Kesal itu pasti. Kuciwa itu jelas.

Tetapi ada yang menganggap saya naif ketika saya memprotes dengan alasan tak pernah ambil jatah libur sehari setiap seminggu, bahkan tanggal merah pun saya bekerja, tapi ketika ingin libur panjang tidak bisa.

Pengalaman adalah guru terbaik. Namun menurut eks-sejawat saya, kartunis alumnus UNJ, “Salah, Mas. Guru terbaik itu dari IKIP.”

4 Comments

snydez Selasa 21 Desember 2021 ~ 07.22 Reply

haha
cuti saya hangus juga :(
karena malas bertanya, dan hr nya juga ga proaktif ngasih tahu

Pemilik Blog Selasa 21 Desember 2021 ~ 07.35 Reply

Ya, ternyata ini masalah di banyak tempat. Komunikasi HRD dan karyawan nggak bagus.
Di tempat kerja pertama saya ada buku peraturan kerja yang secara berkala direvisi dan disahkan kanwil kemenaker. Hak dan kewajiban jelas.

soloskoy Senin 20 Desember 2021 ~ 20.11 Reply

Bekerja dengan hati : tak pernah ambil jatah libur sehari setiap minggu, bahkan tanggal merah pun tetap bekerja, plus jadi “doktor”….

Blogombal Senin 20 Desember 2021 ~ 20.37 Reply

Lalu pada titik tertentu jadi tiga per empat hati
🙈🙊

Tinggalkan Balasan