Saat membereskan ini dan itu saya temukan buku berdebu, bukan agenda bukan buku telepon. Bukan punya saya, dan saya tak pernah meng-update isi. Di dalamnya juga beberapa kartu nama rumah makan. Barusan sebelum saya buang, saya foto dulu buku suvenir dari sebuah universitas itu.
Buku alamat. Buku telepon. Berisi nama dan kadang hanya nomor telepon. Tak harus dalam buku khusus. Bisa juga dalam buku tulis. Dulu hampir setiap rumah punya. Bahkan rumah yang tak punya telepon pun punya. Itu perlu untuk mengirimkan kartu Lebaran dan Natal. Juga perlu untuk disalin ke kertas kecil misalnya harus ke telepon umum atau wartel.
Ehm, ini pasti cerita dunia masa lampau. Betul dan benar.
Ponsel pintar membuat semuanya lebih praktis. Migrasi ke handset baru juga bukan masalah. Kalau ada lema atau entri yang tak terangkut ya tinggal menanya. Habis perkara.
2 Comments
Kalau bukan punya paman berarti punya bibi eh istri paman, dong.
Oh iya, di meja tempat naruh pesawat telepon di resto istri saya, dahulu bingits ya ada buku spt itu. Tapi nggak tau sekarang masih apa nggak, krn sy lama bingits nggak nengok ke meja itu, pun memakai teleponnya.
Pokoknya bukan saya 🙈
Sekarang kertas sudah digantikan dokumen digital.
Bayar pajak juga kan?