Sebetulnya ada yang pahit dari suvenir tahlilan 40 hari meninggalnya seorang tetangga, berupa dua piring dan satu mangkuk, melengkapi makanan. Sama pahitnya dengan hantaran tahlilan tujuh hari tetangga sebelumnya berupa sembako tempo hari. Mereka adalah sebagian dari warga kompleks yang meninggal karena Covid-19.
Saya tak melayat. Tetangga lain juga. Karena jenazah mereka dari rumah sakit langsung dimakamkan dengan protokol kesehatan. Tak ada acara di rumah duka karena saat itu pandemi masih tinggi. Tak mungkin berkerumun.
Itulah saat hampir semua orang tak mampu mengingat angka kasus Covid-19 hari demi hari. Semua orang punya tafsir yang sama terhadap warta duka dari Toa masjid. Jika pengumuman duka yang seminggu bisa tiga kali itu disertai “almarhum meninggal karena sakit” berarti bukan karena korona.
Adapun untuk warga yang meninggal karena Covid-19, semua orang sudah tahu riwayatnya, tak perlu disuarakan melalui Toa, karena saat yang bersangkutan positif maka grup WhatsApp RT sudah mengabarkan sekalian memohon doa dan dukungan logistik bagi keluarga yang menjalani isolasi mandiri.