Siang panas ini kami menikmati pepaya dingin, oleh-oleh Bu Pendeta dari Klaten. Selain pepaya ada tomat, cabe merah, dan tape ketan. Oleh-oleh dari jauh, untuk barang yang juga dijual di Pondokgede, jelas tak ternilai harganya, apalagi diberikan dengan cinta kasih. Bahasa Indonesia memiliki kata yang indah: buah tangan.
Ingat pepaya saya ingat penyebutan warna. Dulu ketika saya TK, umumnya pepaya berwarna kuning tua. Lalu muncullah pepaya jingga. Tapi jingga dalam bahasa Jawa lebih ke merah yang tak seperti abang. Kalau dalam bahasa Indonesia, jingga adalah oranye — dari bahasa Belanda “oranje“*, namun yang lebih lumrah dalam keseharian adalah “orén” dan “oréns”, menyerap dari bahasa Inggris “orange“.
Satgas Covid-19 juga memakai oranye untuk warna penanda status zona. Tidak salah karena kata itu ada dalam KBBI. Artinya merah kekuning-kuningan; bukan sebaliknya.
Nah, ketika saya dalam tulisan dan infografik memakai kata jingga, muncul pertanyaan itu warna macam apa. Oh baiklah, anggap saja itu kesalahan saya.
*) Wangsa Kerajaan Belanda adalah Oranje-Nassau, bermula dari Pangeran Willem van Oranje, merujuk telatah feodal Principauté d’Orange di Provence, Prancis, zaman dulu. Warna simbolis Belanda kemudian oranye, termasuk jersi kesebelasan nasional mereka.